Kamis 05 Aug 2021 16:36 WIB

Mendesak Data Riil Anak Yatim Piatu Akibat Covid-19

Data pasti jumlah anak terdampak kematian Covid belum dimiliki pemerintah.

Warga menghadiri pemakaman keluarganya di lahan baru tempat pemakaman umum (TPU) khusus COVID-19. Kematian akibat virus corona jenis baru diperkirakan telah menyebabkan puluhan ribu anak Indonesia terdampak karena kehilangan orang tua atau pengasuh utamanya.
Foto: ANTARA/Muhammad Iqbal
Warga menghadiri pemakaman keluarganya di lahan baru tempat pemakaman umum (TPU) khusus COVID-19. Kematian akibat virus corona jenis baru diperkirakan telah menyebabkan puluhan ribu anak Indonesia terdampak karena kehilangan orang tua atau pengasuh utamanya.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dadang Kurnia, Mimi Kartika, Rr Laeny Sulistyawati, Amri Amrullah, Nawir Arsyad Akbar

Iona Annora Nurani Anindia (11) atau akrab dipanggil Rara, adalah salah satu korban keganasan wabah Covid-19. Rara menjadi yatim piatu akibat setelah sang ayah meninggal akibat terpapar Covid-19.

Baca Juga

Ibu Rara sudah meninggal terlebih dahulu. Lalu ayahnya meninggal akibat Covid-19, setelahnya kakek dan nenek Rara juga juga menjadi korban keganasan Covid-19.

Setelah meninggalnya sang ayah, kakek, serta neneknya akibat Covid-19, gadis kecil berambut ikal tersebut saat ini diasuh bibinya yang mengalami tuna wicara. Rara beserta sang bibi, tinggal di rumah sederhana di kawasan Jagiran Gang I, Tambaksari, Surabaya.

Tampak jelas raut kesedihan di wajah Rara yang masih merasa kehilangan akibat orang-orang dewasa yang mengasuhnya, satu per satu dipanggil tuhan dalam sepekan terakhir. Ketua RW 03 Jagiran, Tambaksari, Surabaya, Kasman, mengungkapkan, keluarga tersebut tertular Covid-19 dari ayah Rara yang merupakan seorang sopir.

“Keluarganya tertular dari ayahnya yang bekerja sebagai sopir. Tidak berapa lama mendapatkan perawatan, kakek, nenek meninggal dunia kemudian disusul ayahnya," ujar Kasman, Kamis (5/8).

Kasman mengungkapkan, untuk sementara, kebutuhan sehari-hari Rara dipenuhi masyarakat yang sering memberi bantuan kebutuhan sehari-hari. Kasman berharap semakin banyak pihak lain yang terketuk untuk memberi bantuan kepada Rara. Karena, kata dia, tidak dapat dipastikan warga sampai kapan warga sekitar bisa memberikan bantuan.

“Kita sudah koordinasi dengan Pak Camat tentang kondisi Rara dan saudaranya, dan sedang diupayakan bantuan dari pemerintah," ujarnya.

Sejauh ini, kata Kasman, pihak luar yang memberi bantuan baru anggota Komisi III DPR RI, Bambang DH. Kasman mengungkapkan, yang bersangkutan memberikan bantuan berupa paket sembako. Kasman berharap, bantuan tersebut menjadi pelecut semangat pihak lainnya untuk juga membantu Rara.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak pemerintah segera merampungkan konsolidasi data anak yang menjadi yatim piatu akibat orang tuanya meninggal karena Covid-19. Pemetaan ini penting demi memberikan perlindungan pengasuhan hingga mendukung kebutuhan sang anak.

"Mudah-mudahan kita berharap dalam bulan ini sudah terlihat data nasional laporan dari dinas sosial maupun dinas PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak)," ujar Komisioner KPAI, Jasra Putra, saat dihubungi Republika pada Kamis (5/8).

Dia mengatakan, satu atau dua pekan yang lalu KPAI diundang dalam rapat kementerian/lembaga oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (KemenkoPMK) untuk membicarakan persoalan anak yang ditinggalkan orang tuanya. Dia menuturkan, data kematian yang dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri dapat mengonfirmasi data kematian akibat Covid-19 yang diumumkan setiap hari.

"Angka kematian terus naik, data terakhir hampir di angka 100 ribu, jika kita hitung seperempat saja yang memiliki usia anak sampai 18 tahun, kemungkinan 25 ribu anak yang ditinggalkan orang tuanya," kata Jasra.

Selanjutnya, pemerintah perlu melakukan asesmen untuk memberikan perlindungan pengasuhan anak dan dukungan kebutuhannya. Misalnya, apakah sang anak masih memiliki keluarga inti sampai derajat ketiga, kemudian apakah keluarganya memiliki penghasilan tetap atau justru kehilangan sumber pemasukan karena pandemi Covid-19.

"Saya kira penggalian sumber-sumber ini bisa kita lakukan kalau datanya itu sudah terpilah, mapping-nya, hasil asesmennya lebih detail, masyarakat juga bisa berperan untuk membantu atau katakanlah menguatkan hal-hal yang perlu didukung," tutur Jasra.

Dia menyebutkan, situasi tersebut penting dipotret agar pemerintah dapat merespons cepat. Pengasuhan anak memang diutamakan kepada keluarga terdekatnya, pengasuhan pada panti asuhan atau lembaga lainnya harus menjadi pilihan terakhir, apalagi di tengah pandemi Covid-19 seperti ini.

Apabila keluarga sang anak tidak memiliki sumber penghasilan, maka pemerintah perlu segera menyusun skema bantuan yang menyasar keluarga tersebut. Pemerintah harus memastikan dapat memberikan perlindungan kepada anak.

Selain itu, anak yang ditinggalkan orang tuanya juga perlu diberikan pendampingan oleh psikolog, pekerja sosial yang ada di pemerintah, atau tenaga kesejahteraan sosial di tingkat kecamatan. Secara kasat mata, memang sang anak dapat bermain seperti sedia kala, tetapi jika didalami dan dicermati ada guncangan dalam dirinya.

"Anak nanti bertanya ibu atau bapaknya atau keduanya ke mana, kapan mereka hadir lagi, ini butuh pendampingan, memastikan bagaimana di samping keluarga kita kuatkan, keluarga juga mendukung, kemudian ada pengawasan," jelas Jasra.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi, menyatakan, setiap anak yang terdampak akibat pandemi Covid-19, tetap berhak mendapatkan perhatian pemerintah. Negara wajib melindungi mereka dan memberi hak mereka untuk sehat dan bahagia, dan hidup mereka tidak terbebani setelah orang tua meninggal dunia.

“Upaya pendampingan anak-anak itu tidak sekedar fisik, melainkan harus juga dari sisi psikis,” ujar pemerhati anak itu.

Dalam situasi pandemi seperti ini, menurut dia, perlu juga dibuat program hiburan agar anak-anak yang ditinggal atau terjangkit, tengah menjalani perawatan di rumah sakit karena Covid-19 bisa tetap bermain. “Buatlah anak-anak Indonesia agar tetap gembira dan bahagia, jangan dibebani dengan target kurikulum, terlebih jangan sampai sakit dan stres,” pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement