REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Perkembangan media siber di Indonesia di era digital saat ini membutuhkan dukungan berbagai aspek mulai dari perbaikan kualitas jurnalisme digital, ekosistem media, dan kapasitas bisnis yang sehat. Optimisme saja tidak cukup bagi pengelola media siber dalam menghadapi perubahan situasi industri media saat ini, baik disrupsi digital maupun pandemi Covid-19.
Hal itu merupakan salah satu hasil studi riset Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) bertema “Lanskap Media Digital di Indonesia: Menyambut Tantangan dan Peluang Digital untuk Media Online Lokal” yang diluncurkan pada Kamis, (29/7) kemarin.
Dalam riset yang melibatkan 100 media lokal di 21 wilayah AMSI yang tetap bertahan di era digital, menggambarkan responden dari industri media siber ini optimistis dengan perkembangan industri media ke depan. Namun demikian, optimisme para responden belum didukung dengan kemampuan memadai untuk menghadapi perubahan situasi industri media saat ini.
"Modal mandiri yang tidak besar, perangkat analitik yang sederhana, pemasukan kurang maksimal dan perencanaan bisnis ke depan yang juga terbatas adalah kondisi kondisi yang dihadapi oleh para responden di berbagai wilayah," ujar Periset Utama sekaligus Dosen Universitas Multimedia Nusantara Ignatius Haryanto saat paparan.
Ignasius mengungkapkan, salah satunya terkait dengan transformasi digital, ada sekitar 88 persen responden di Jakarta yang optimistis dengan situasi saat ini. Sedangkan tingkat optimisme di daerah dari pengelola media lokal sebanyak 79,7 persen.
Namun, media harus melakukan inovasi, dan 19 persen yang lain merasa bahwa industri media masih memiliki masa depan yang cerah.
"Inovasi diyakini para responden sebagai salah satu jalan, ketika kita tanya apa kunci sukses media siber, di Jakarta bahwa 28 persen inovasi teknologi penting, kemudian 24 persen kualitas jurnalistik, yang ketiga 20 persen itu peluang iklan bisnis," ujarnya.
Sedangkan, gambaran media lokal di luar Jakarta juga tidak berbeda jauh dalam menilai kunci sukses media yakni pada inovasi teknologi, kualitas jurnalistik, dan terkait dengan iklan.
Untuk inovasi, media siber di Jakarta menilai interaktif dengan media sosial merupakan sesuatu yang penting dengan persentase 24 persen, lalu pengembangan teknologi untuk menyebarkan berita dan 20, 4 persen dan juga membangun sistem berlangganan lewat dompet digital.
Sementara di luar Jakarta, situasinya juga lebih tinggi yakni interaktivitas dengan sosial media itu dipercaya 28,3 persen responden. Kemudian terkait teknologi untuk menyebarkan berita ada 23 persen dan sistem berlangganan itu 10,7 persen.
Temuan dalam riset lainnya juga terkait jumlah karyawan yang melek teknologi. Dari pengelola media siber di Jakarta sebanyak 25 persen responden menyebut persentase karyawan yang punya kemampuan teknologi hanya 50 persen dari total karyawan.