Jumat 30 Jul 2021 14:49 WIB

Saat ASN Ditugaskan Mengurus Bisnis BUMN

Sebagian masyarakat mempermasalahkan rangkap jabatan para ASN.

Ilustrasi Aparatur Sipil Negara (ASN)
Foto:

Oleh : Helmizar, Kapus Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Badan Keahlian DPR RI

Apabila para ASN yang mendapatkan “penugasan” di BUMN tersebut tidak menyadari dan mengabaikan berbagai potensi permasalahan dan kekhawatiran publik tersebut, maka sudah sewajarnya pula masyarakat akan menilai bahwa orientasi “rangkap” jabatan tersebut adalah semata-mata untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Sebagaimana diketahui bahwa BPK (2020) dalam hasil pemeriksaannya juga mengungkap bahwa ketentuan honorarium ASN yang "ditugaskan" sebagai komisaris utama (komut) adalah maksimal 45 persen dari nilai gaji direktur utama (dirut), dan bila ditetapkan sebagai anggota dewan komisaris (dekom) memperoleh honorarium sebesar 90 persen dari nilai gaji Komut. Selain itu, mereka juga memperoleh fasilitas, tunjangan, dan tantiem dari BUMN tempat mereka bertugas.

Sedangkan ASN yang "ditugaskan" sebagai sekretaris dekom/dewas selain mendapatkan honorarium sebesar maksimal 15 persen dari nilai gaji dirut, mereka juga mendapatkan fasilitas, tunjangan, dan/atau tantiem dari BUMN tempat dia bertugas. ASN yang "ditugaskan" pada jabatan lainnya dalam BUMN, seperti Komite Audit atau Komite Lainnya akan mendapatkan honorarium sebesar maksimal 20 persen dari nilai gaji dirut.

Adapun gaji direktur utama BUMN bervariasi sesuai bidang usahanya sebagaimana tertera dalam SK Menteri BUMN tentang Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas No.SK-122/MBU/06/2017 dengan kisaran dari yang terendah sebesar Rp 25 juta sampai yang tertinggi sebesar Rp 300 juta. Kemudian sesuai SK Menteri BUMN No.148/MBU/05/2018 berkisar Rp 30 juta sampai dengan Rp 350 juta, dan sesuai SK Menteri BUMN No.128/MBU/05/2019 berkisar Rp 50 juta sampai Rp 385 juta.

Begitu juga patut diduga bahwa “rangkap jabatan” ini diterima para ASN, karena adanya anggapan bahwa regulasi mengenai tidak bolehnya rangkap jabatan hanya antara jabatan administratif dengan jabatan fungsional, sedangkan atas rangkap jabatan yang lain tidak terdapat larangan yang tegas. Sehingga penugasan ASN pada BUMN dan Aaak perusahaan BUMN hanya cukup dilandasi dengan seperangkat peraturan Kementerian BUMN yang mengatur tentang penempatan/penugasan ASN Kementerian BUMN sebagai anggota direksi, komisaris dan organ pendukung dekom/dewas pada BUMN.

Adapun Peraturan Menteri BUMN yang dimaksud adalah Nomor PER-12/MBU/2012 tentang Organ Pendukung Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN; Nomor PER-02/MBU/02/2015 sebagaimana telah diubah Nomor PER-10/MBU/10/2020 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara; Nomor PER-03/MBU/02/2015 tentang Persyaratan Tata Cara Pengangkatan, dan Pemberhentian Anggota Direksi Badan Usaha Milik Negara.

Padahal apabila dilihat dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dinyatakan fungsi ASN adalah pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, serta perekat dan pemersatu bangsa yang profesional dan berkualitas. Sehingga dengan ketentuan sedemikian dan lebih lanjut disebutkan dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik bahwa selaku pelaksana pelayanan publik, maka ASN dilarang merangkap jabatan sebagai komisaris atau pengurus organisasi-organisasi, BUMN, dan BUMD.

Selain itu, potensi permasalahan juga akan timbul terkait penilaian kinerja para ASN terhadap dampak yang nyata dan bermanfaat bagi pelaksanaan tugas dan fungsi dilingkungan mereka bertugas. Para ASN tersebut sudah barang tentu memiliki konsentrasi kerja yang terpecah antara sebagai ASN dan sebagai unsur dari Dewan Komisaris/Dewan Pengawas di BUMN dan Anak Perusahaan BUMN. Terlebih lagi apabila selama ini penugasan ASN pada BUMN disinyalir belum mendapatkan evaluasi yang memadai dari pihak Kementerian BUMN maupun pimpinan di mana ASN tersebut bertugas utama.

Berdasarkan berbagai uraian di atas, maka sudah selayaknya bagi para pihak yang berkepentingan untuk melakukan pengawasan yang ketat dan intensif atas kinerja Kementerian BUMN, terutama pada salah satu tugas pokoknya terkait pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN dan anak perusahaan/perusahaan patungan BUMN. Dengan pengawasan yang ketat dan intensif terhadap penyelenggaraan pemerintahan di bidang BUMN, maka diharapkan dapat mendorong terwujudnya pengelolaan BUMN yang profesional dengan selalu memberikan kontribusi positif terhadap ekonomi nasional.

Namun harapan hanya tinggal harapan, ketika tuntutan totalitas profesionalisme BUMN dengan pendekatan business oriented harus dilaksanakan orang-orang yang ditunjuk sebagai pelaksana manajemen usaha di BUMN yang selama ini memiliki track record menggunakan pendekatan public service oriented. Sehingga tidak mustahil yang akan terjadi adalah, bukannya BUMN yang mengejar keuntungan, tetapi ASN-lah yang mendapatkan keuntungan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement