REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Polda Jatim mengawasi peredaran plasma konvalesen untuk mengantisipasi adanya penipuan donor. Pengawasan ini menyusul adanya laporan dari Palang Merah Indonesia (PMI) Jawa Timur terkait orang yang melakukan penipuan terkait donor plasma konvalesen di Sidoarjo.
Berdasarkan laporan itu, ada pasien Covid-19 yang membutuhkan plasma konvalesen, kemudian diminta mentransfer uang oleh oknum yang mengaku akan mendonorkan plasma konvalesennya. Namun setelah uang dikirim, pendonor tak kunjung hadir.
Direktur Reskrimsus Polda Jatim Kombes Farman mengatakan, kepolisian akan melakukan pengawasan melalui patroli siber di media sosial. "Kami dari Ditreskrimsus Polda Jatim akan mengawasi modus penipuan ini, salah satunya dengan melakukan patroli cyber di media sosial," kata Farman dikonfirmasi Kamis (29/7).
Biasanya, para keluarga pasien COVID-19 yang membutuhkan plasma konvalesen membuat pengumuman melalui media sosial dan pesan percakapan jika mereka membutuhkan pendonor dengan sejumlah kualifikasi. Pihak keluarga mencantumkan nomor kontak yang bisa dihubungi ketika ada yang berkenan mendonorkan plasma konvalesennya.
Farman mengatakan, penipu biasanya memanfaatkan nomor keluarga dan mengontaknya dengan meminta imbalan. Farman mengajak masyarakat bisa aktif melaporkan jika menemukan modus penipuan serupa.
Farman juga meminta masyarakat tak mudah percaya jika ada pihak yang hendak membantu mendonorkan plasma konvalesen dengan meminta sejumlah uang. Apalagi, jika jumlah yang diminta fantastis.
"Imbauannya masyarakat harus hati-hati jika ada pendonor yang meminta sejumlah uang dan laporkan jika menemui modus penipuan ini," ujar Farman.
Sekretaris PMI Jatim dr Edi Purwinarto berpesan kepada masyarakat yang membutuhkan plasma konvalesen untuk langsung berhubungan dengan UDD PMI. Ia mengingatkan maayarakat agar jangan langsung berhubungan dengan calon pendonor.
"Mohon maaf, terakhir ini ada informasi ternyata menjadi ajang bisnis. Inilah yang barangkali menyimpang dari misi kemanusiaan. Bahkan ada terjadi yang kita terima, ada penipuan sudah ditransfer terus kemudian pendonor tidak ada," kata Edi.
Edi juga mengaku menerima pesan berisi brosur yang menawarkan plasma konvalesen. Harga yang ditawarkan pun fantastis, yaitu mencapai Rp 20 juta. "Tempo hari, saya juga membaca ada tawaran Rp 20 juta satu kantong PK, ditawari lewat brosur. Tapi sudah saya hapus," ujarnya.
Terkait modus penipuan plasma konvalesen, Edi mengatakan, biasanya penipu memanfaatkan sosial media. Sebab, saat ini banyak yang membutuhkan plasma konvalesen bercerita di sosial media. Peluang itu yang biasa dimanfaatkan penipu.
"Ya itu, penipuan pendonor setelah ditransfer ternyata ga ada pendonornya. Itu lewat Sosmed. Lah ini oleh pihak tidak bertanggung jawab dimanfaatkan menjadi modus penipuan," kata dia.