REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KPPPA), menandatangani nota kesepahaman tentang perlindungan perempuan dan anak di bidang penyiaran. Nota Kesepahaman tersebut ditandatangani oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Bintang Puspayoga; dan Ketua KPI Pusat, Agung Suprio.
Komisioner KPI bidang kelembagaan, Nuning Rodiyah, mengatakan lembaga penyiaran harus menjadi medium advokasi perlindungan bagi anak dan pemberdayaan untuk kaum perempuan, selain tetap menegakkan fungsi edukasi kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan lembaga penyiaran memiliki peran yang sangat strategis dalam mempengaruhi persepsi masyarakat lewat berbagai bentuk siaran yang diproduksinya.
Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan pada 2020 dan 2021 menunjukkan tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. "Hal ini juga merupakan salah satu dampak pandemi Covid-19 yang mengubah drastis berbagai tatanan kehidupan dalam masyarakat, sehingga menempatkan anak dan perempuan sebagai kelompok yang paling rentan menerima kekerasan dan perlakuan tidak adil," ujarnya dalam acara penandatanganan nota kesepahaman antara KPI dengan KPPPA, yang digelar secara daring di Jakarta, Rabu (28/7).
Nuning mengatakan, realitas tentang tingginya kekerasan pada anak dan perempuan ini membutuhkan perhatian dan partisipasi banyak pihak dalam memberi edukasi dan advokasi. Termasuk di dalamnya kontribusi dari televisi dan radio yang masih menjadi pemilik daya pikat tertinggi di tengah masyarakat.
Advokasi dapat dilakukan lembaga penyiaran di antaranya lewat pemberitaan. Pemberitaan itu bisa menampilkan upaya penegakan hukum atas kasus perempuan dan anak, maupun muatan berita yang meningkatkan kepedulian masyarakat terharap perlindungan anak dan pemberdayaan perempuan.
Selain program berita, lembaga penyiaran diharapkan dalam setiap produksi program siaran, baik berupa sinetron, infotainment, variety show, dan program siaran lainnya selalu menunjukkan prinsip yang mendukung perlindungan anak dan perempuan. “Misalnya, tidak memberikan pembenaran terhadap perilaku yang merugikan anak dan perempuan dan memberikan pesan yang tegas dalam setiap tayangan tentang keberpihakan terhadap kepentingan anak dan perempuan,” ujarnya.
Secara khusus, KPI menyinggung tentang eksistensi rumah-rumah produksi yang merupakan bagian tak terpisahkan dari industri penyiaran saat ini. Sebagai salah satu komponen dalam industri ini, KPI meminta rumah-rumah produksi ikut ambil bagian untuk bersinergi dalam menghadirkan program siaran baik berupa sinetron maupun program lainnya, yang juga selaras dengan semangat bangsa ini dalam menjaga kepentingan anak dan perempuan. Salah satunya dengan tidak mengeksploitasi muatan kekerasan serta justifikasi terhadap kekerasan pada anak dan perempuan.
Kerja sama antara KPI dan Kemen PPPA ini telah berlangsung sejak 2017, baik dalam bentuk pengawasan bersama atas konten siaran ataupun pemberian pengangugerahan terhadap siaran yang ramah anak. Perpanjangan kerja sama dua lembaga ini disertai pula dengan perumusan rencana aksi.
Rencana aksi tersebut meliputi penguatan pelembagaan pengarusutamaan gender (PUG) dan perlindungan anak di bidang penyiaran, serta pengawasan aspek perlindungan perempuan dan anak dalam isi siaran. Ada pula peningkatan kapasitas sumber daya manusia, baik di bidang penyiaran maupun komunitas-komunitas anak dan perempuan, edukasi dan literasi kepada masyarakat tentang isi siaran yang responsif gender dan ramah anak, serta penyediaan dan pemanfaatan data terpilah serta informasi mengenai kepemirsaan perempuan dan anak di bidang penyiaran.