Selasa 27 Jul 2021 23:47 WIB

ICW Desak KPK Tuntut Maksimal Juliari P Batubara

Mantan Mensos Juliari P Batubara akan menjalani sidang pembacaan tuntutan pada Rabu.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Peneliti Iindonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana
Foto: Republika/Prayogi
Peneliti Iindonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut maksimal, yakni seumur hidup penjara, kepada mantan Menteri Sosial, Juliari P Batubara, dalam persidangan perkara korupsi suap pengadaan bantuan sosial Covid-19. Pada Rabu (28/7), Pengadilan Tipikor Jakarta mengagendakan pembacaan tuntutan untuk Juliari.  

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mrmyebut ada empat alasan sebelum tiba pada  desakan tersebut. Pertama, saat melakukan kejahatan, Juliari mengemban jabatan sebagai pejabat publik. 

Baca Juga

"Maka, berdasarkan Pasal 52 KUHP, pemberatan hukuman mesti diakomodir oleh jaksa penuntut umum," tegas Kurnia dalam keterangannya, Selasa (27/7). 

Kedua, Juliari melakukan praktik suap-menyuap di tengah kondisi wabah Covid-19 sedang melanda Indonesia. Praktik culas ini tentu tidak bisa dimaafkan, dapat dibayangkan, kala itu, empat hari sebelum tangkap tangan KPK, 1 Desember 2020, setidaknya 543 ribu orang telah terinfeksi Covid-19 dan 17 ribu nyawa melayang. 

Tidak hanya itu, Indonesia pun resmi resesi pada awal November. Sebagai Menteri Sosial, tentu Juliari memahami situasi tersebut.  Ketiga, saat proses persidangan berlangsung, Juliari belum pernah sekali pun mengakui perbuatannya. Padahal, pengadilan telah memutus bersalah pihak penyuap Juliari, salah satunya Ardian Iskandar. 

Keempat, korupsi yang dilakukan Juliari langsung berdampak pada masyarakat. Mulai dari tidak mendapatkan bansos, kualitas bahan makanan buruk, hingga kuantitas penerimaan berbeda dengan masyarakat lain.

"Berangkat dari poin-poin di atas, jika KPK menuntut rendah Juliari, maka dugaan publik selama ini terkonfirmasi, yakni KPK ingin melindungi pelaku korupsi bansos, " ujar Kurnia. 

Berdasarkan catatan ICW, proses penanganan korupsi bansos di KPK dapat dikategorikan sangat buruk. Betapa tidak, indikasi KPK akan melokalisir perkara agar berhenti pada Juliari sangat kuat. 

Kemudian proses penggeledahan KPK seringkali tidak menghasilkan temuan apapun. Dugaannya mengerutu pada dua hal, yaitu: kebocoran informasi di internal KPK atau penggeledahan yang tak kunjung dilakukan, padahal izin sudah diberikan oleh Dewan Pengawas. 

ICW juga mensinyalir Pimpinan KPK maupun Dewan Pengawas merasa terganggu dengan proses hukum perkara bansos. Hal itu bisa dibuktikan dengan adanya Tes Wawasan Kebangsaan yang memberhentikan dua Penyidik perkara bansos (Andre Dedy Nainggolan/Kasatgas Penyidikan dan M Praswad Nugraha) dan putusan etik Dewan Pengawas terhadap penyidik.

Juliari didakwa menerima suap uang sebesar Rp32 miliar melalui Plt Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kemensos, Adi Wahyono, yang juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pengadaan Bansos Covid-19, Matheus Joko Santoso.

Adapun, rincian uang yang diterima Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko yakni, berasal dari Konsultan Hukum, Harry Van Sidabukke, senilai Rp1,28 miliar. Kemudian, dari Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja, sejumlah Rp1,95 miliar, serta sebesar Rp29, 252 miliar berasal dari para pengusaha penyedia barang lainnya.

Atas perbuatannya, Juliari Batubara didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement