Selasa 27 Jul 2021 17:08 WIB

PDIP: Demokrasi Coba Dibungkam Kekuasaan pada 1996

Dualisme di tubuh PDI diduga kuat ada andil dari istana atau rezim orde baru.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus Yulianto
Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto
Foto: istimewa
Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memperingati tragedi kerusuhan 27 Juli 1996, yang dikenal dengan Kudatuli. Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa pada saat ini kekuasaan berusaha membungkam demokrasi di Indonesia.

"Kantor DPP PDI Perjuangan menjadi saksi bagaimana demokrasi mencoba dibungkam oleh kekuasaan," ujar Hasto dalam peringatan 25 tahun Tragedi 27 Juli, Selasa (27/7).

Partai yang saat itu dipimpin Megawati Soekarnoputri, disebut Hasto tengah memperjuangkan demokrasi di Indonesia. Tak sedikit korban atas peristiwa tersebut, tapi itu adalah momentum demokrasi dalam rekam jejak reformasi.

"Sekaligus oleh Ibu Megawati Soekarnoputri, kita diminta untuk mengkhidmati, merenungkan agar seluruh spirit perjuangan membawa kemajuan Indonesia raya," ujar Hasto.

Dari tragedi 27 Juli, kata Hasto, mengingatkan bahwa kekuatan partai sejatinya adalah dari rakyat itu sendiri. Karena itu, Megawati ingin membangun monumen untuk memperingati peristiwa tersebut di Kantor DPP PDIP.

"Dengan adanya monumen itu, kita juga mengingatkan agar hal tersebut tidak boleh terjadi kembali," ujar Hasto.

Diketahui, dualisme pernah terjadi dengan PDI pada 1996. Peristiwa itu lalu berlanjut kepada Kerusuhan 27 Juli (Kudatuli) 1996, yakni peristiwa yang menelan korban jiwa karena bentrok antara massa PDI versi Megawati dengan PDI versi Soerjadi.

Dualisme PDI pada 1996 itu disebabkan karena ada 16 orang fungsionaris partai yang menyelenggarakan kongres dan memisahkan diri dari gerbong Megawati. Ketika itu, dualisme di tubuh PDI diduga kuat ada andil dari istana atau rezim orde baru.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement