REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dheny Yuarta mengatakan, birokrasi Indonesia memang tidak didesain kokoh dalam menghadapi hal yang serba mendadak. Menurutnya, hal itu, sangat terbukti saat pandemi awal merebak di Indonesia dan disepelekan oleh pemerintah.
"Di saat negara lain sudah tutup kunjungan, Indonesia malah kecolongan kunjungan dari China dan India," ujar dia dalam diskusi Gonta-Ganti Strategi, Ekonomi Kian Tak Pasti yang diadakan Indef di Jakarta, Senin (26/7).
Dia mengatakan, dalam penanganan pandemi ada tiga logika yang perlu dipikirkan secara mendalam. Pertama, katanya adalah transmisibilitas yang mencakup risiko penularan per kontak untuk semakin dikurangi, kedua interaksi dengan pasien rentan yang bisa dihindari dan durasi infektivitas virus yang seharusnya ditekan.
"Bagaimana logika pertama dan kedua bisa ditangani, kalau langkah pengendaliannya oleh pemerintah sudah denial," katanya.
Berdasarkan UUD 1945 dan UU turunannya, dia juga menilai jika pemerintah wajib menanggung kesehatan dan keselamatan masyarakat. Terlebih, orang kurang mampu yang relevansi terhadap pendapatan di masa pandemi, harus ditanggung pemerintah. "Pemerintah tidak bisa memprediksi, ini pandangan yang luput dari pemerintah," katanya.
Dia menegaskan, saat Covid-19 masuk ke Indonesia, kapasitas birokrasi yang ada tidak kuat menangani pandemi. Sehingga, yang ada, Covid-19 cenderung terlambat diatasi.
Sementara itu, Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti memandang, PPKM Darurat atau yang kini sudah berganti menjadi level, memang masih perlu dilanjutkan. Menurutnya, hal itu mengingat kebutuhan kesehatan yang mendesak.
"Ini (PPKM) harus dilanjutkan, karena pemulihan kesehatan masyarakat harus jadi prioritas," ujar dia.
Dia menambahkan, saat ini yang menjadi ujung tanduk permasalahan Indonesia memang sektor kesehatan, alih-alih dari ekonomi. Esther tak menampik jika ekonomi juga merupakan hal yang penting. Aral melintang, masih banyak nyawa berjatuhan dan membuat ekonomi seakan percuma dan mubazir.