REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jakarta Raya (Ombudsman Jakarta Raya) menyusun Laporan Evaluasi Pelaksanaan PPKM Darurat di wilayah Jabodebek berdasarkan pemeriksaan atas prakarsa sendiri (own motion investigation).
Evaluasi ini disusun berdasarkan data dan informasi yang dilakukan melalui berbagai cara, seperti hasil pemantauan langsung hingga laporan dan konsultasi masyarakat.
Salah satu poin pemantauan yang dilakukan, yaitu pengawasan mobilitas warga di tingkat komunitas. Menurut Ombudsman Jakarta Raya, pengawasan mobilitas masyarakat di lingkungan RT dan RW belum terlaksana secara efektif.
"Ombudsman menilai pembatasan mobilitas warga baru berhasil secara efektif di jalan-jalan utama, ke dan dari daerah penyangga, juga di wilayah-wilayah perkantoran. Sementara pengawasan mobilitas penduduk di tingkat terbawah, seperti RT dan RW, permukiman penduduk, dan kawasan industri belum berjalan efektif," kata Kepala Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho dalam keterangan tertulisnya, Jumat (23/7).
Teguh mengatakan, Jakarta telah memiliki aplikasi JAKI untuk memberikan ruang pelaporan bagi warga terkait pelanggaran yang terjadi di komunitas mereka. Namun, aplikasi ini belum memberikan jaminan perlindungan bagi pelapor.
Selain itu, sambung dia, para petugas yang menindaklanjuti laporan belum memiliki kompetensi untuk menjaga kerahasiaan informasi pelapor. "Para petugas yang melakukan pengawasan dan penindakan justru malah membuka informasi pelapor kepada terlapor, sehingga berpotensi menyebabkan munculnya konflik horizontal antar warga," jelas dia.
Di sisi lain, Teguh mengungkapkan, keterbatasan personel dalam pengawasan mobilitas warga, termasuk Bhabinkamtibmas dan Babinsa yang juga harus berperan sebagai tracker mempersulit proses pemantauan mobilitas warga di tingkat komunitas.
Indikator keberhasilan kinerja bagi RT/RW, Bhabinkamtibmas dan Babinsa juga mempersulit mereka, yaitu agar wilayahnya tidak masuk ke zona merah.
"Hal ini mendorong mereka untuk menutupi kondisi yang sebenarnya terjadi di komunitas, termasuk pelaporan jumlah kontak erat suspect Covid-19 serta pengawasan dan penindakan terhadap mobilitas warga dibuat agar jumlah pelanggar tidak terlihat menonjol," ujar dia.
Berdasarkan hasil pemeriksaan serta analisis yang dilakukan tersebut, Ombudsman Jakarta Raya menyampaikan saran perbaikan yang dapat dilakukan oleh para pemangku kepentingan untuk penanganan pandemi Covid-19 yang lebih baik ditinjau dari berbagai aspek.
Salah satunya Pemprov DKI Jakarta melakukan perubahan indikator kinerja RT/RW dalam penanganan Covid-19 termasuk berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya dan Kodam Jaya untuk indikator kinerja Bhabinkamtibmas dan Babinsa.
"Seharusnya indikator mereka adalah seberapa akurat proses tracking yang mereka lakukan, jumlah pengawasan dan penindakan yang ditindaklanjuti, serta identifikasi masalah sosial ekonomi di wilayah yang butuh penanganan cepat," tutur Teguh.
Menurut dia, kepala daerah di Jabodebek dapat memberikan insentif khusus kepada RT/RW, Bhabinkamtibmas dan Babinsa, seperti yang diberikan kepada nakes. Meski jumlahnya mungkin tidak sebesar untuk nakes, tapi Teguh menilai, para frontliner ini juga harus mendapat penghargaan agar pengawasan di tingkat komunitas lebih efektif.
Kemudian, kepala daerah di Jabodebek meningkatkan anggaran bagi Satuan Gugus Tugas di level RW dalam melakukan program pengawasan di wilayah mereka. "Karena titik berat PPKM adalah pembatasan di level mikro, bukan kawasan (makro), maka penganggaran, penyediaan personel dan pelibatan warga dalam proses tersebut menjadi penting sehingga membutuhkan anggaran yang memadai," ujar dia.