Rabu 21 Jul 2021 04:45 WIB

Muhammadiyah dan Tradisi Berpikir Keilmuan

Muhammadiyah merayakan milad ke-112 untuk kemajuan umat dan bangsa Indonesia

Ketua Umum PP Muhammadiyah - Haedar Nashir
Foto:

Oleh : Prof Haedar Nashir, Ketua Umum Muhammadiyah

Buya Hamka sangat dikenal sampai ke mancanegara karena pemikirannya, termasuk melahirkan Tafsir Al Azhar,  Falsafah Hidup, Tasawuf Modern, serta ratusan karya keilmuan lainnya, yang bukunya dibaca publik  sampai sekarang.

Para tokoh Muhammadiyah mutakhir seperti Pak AR Fakhruddin, Prof Ahmad Azhar Basyir, Prof Amien Rais, Prof Ahmad Syafii Maarif, dan Prof M Din Syamsuddin kaya dengan keilmuan sesuai bidangnya. Para tokoh itu juga belajar filsafat atau falsafah, mantiq atau logika, dan berbagai khazanah ilmu lainnya. 

Prof Kuntowijoyo memperkenalkan Paradigma Ilmu dan Islam Profetik, sebagai sesuatu yang terbilang baru. Prof Mukti Ali memelopori Ilmu Perbandingan Agama dengan pendekatan integratif.

Prof Amin Abdullah dikenal sebagai cendekiawan muslim ahli falsafah, yang disertasinya membahas filsafat etik Al-Ghazali dan Emmanuek Kant, suatu objek studi yang terbilang berat. Kita dapat merujuk para tokoh atau kader Muhammadiyah lulusan perguruan tinggi di dalam dan kuar negeri yang kini bersebaran di Perguruan Tinggi Muhammdiyah maupun Swasta dan Negeri, mereka memilki keilmuan yang luas dan mendalam, termasuk para intelektual muda Muhammadiyah. Mereka memiliki khazanah ilmu yang kuat, boleh jadi tidak pupuler di layar kaca dan tidak kontroversial, sehingga dianggap kurang menarik.

Poin pentingnya baik secara institusi maupun personal bahwa Muhammadiyah itu kaya dengan khazanah ilmu dan pemikiran. Namun di era media sosial dan kontroversi politik publik, boleh jadi kekuatan ilmu sebagai khazanah di lingkungan Muhammadiyah itu kurang berkembang dan disosialisasikan secara luas, sehingga sering kalah populer dari orang lain. 

Mungkin pula karena terlibat dengan urusan-urusan rutin dan amal usaha sering kurang memperhatikan hal-hal yang bersifat publikasi keilmuan dan pemikiran,  meskipun kini mulau bertumbuh menulis di jurnal internasional. 

Mudah-mudahan pemikiran-pemikiran resmi Muhammadiyah masih tetap dibaca dengan keseksamaan dan bukan hanya sebatas verbal, karena substansi dan epistemologinya pun terkandung kuat di dalamnya.

Semua orang Muhammadiyah tentu penting belajar ilmu pada siapapun, bahkan terhadap mereka yang berbeda paham, agama, dan golongan karena mencari ilmu itu wajib. Jangan sampai Muhammadiyah menggelorakan Islam Berkemajuan, gerakan pencerahan, dan pemikiran maju lainnya sementara anggotanya tidak akrab dengan ilmu dan pikiran maju. 

Sebaliknya sangat ironis kalau tidak suka belajar ilmu dan pemikiran maju, sehingga menjadi jumud dan taklid. Namun anggota Muhammadiyah jangan gumunan atau mudah terpesona dengan orang atau isu dan wacana yang kelihatan hebat dari luar tetapi sesungguhnya biasa saja dalam dunia keiilmuan dan pemikiran.

Dalam dunia kontemporer dan medsos saat ini sering terjadi simulacra, yakni menampilkan sosok atau isu yang semu atau menunjukkan realitas buatan, sehingga lahir idola-idola baru laksana panggung Indonesia Idol. Bejalar kepada siapapun niscaya, tetapi jangan mudah terbawa arus  pikiran pihak lain tanpa dasar ilmu. Jauhi pula sikap taklid atau suka membebek pada orang atau pendapat orang tanpa berpikir kritis dan cerdas. 

Penting juga belajar berpikir mandiri agar tidak mudah mendewakan orang lain yang sesungguhnya biasa. Sikap yang juga perlu dihindari ialah merasa diri tidak memiliki apa-apa hanya karena kurang merawat milik sendiri dan gampang terpesona dengan orang lain, seperti pepatah “rumput hijau milik sendiri tampak kuning, rumput kuning milik tetangga terlihat hijau”. Jadilah ulil-albab!

Sumber: Suara Muhammadiyah dari Majalah SM Edisi 7 Tahun 2019

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement