Ahad 18 Jul 2021 12:47 WIB

Indonesia Bisa Tekan 40 Persen Impor Soda Abu

Kebutuhan akan soda ash ini pun cukup besar, hingga 1,2 juta ton per tahun.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Pengrajin memproduksi sabun buatan tangan (handmade) di industri rumahan.
Foto: ANTARA/ADITYA PRADANA PUTRA
Pengrajin memproduksi sabun buatan tangan (handmade) di industri rumahan.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Soda Ash atau umumnya dikenal sebagai soda abu merupakan salah satu komponen dasar kimia yang sangat dibutuhkan dalam beberapa industri. Mulai sebagai bahan deterjen dan turunannya, hingga lembar kaca dan juga turunannya.

Menurut Presiden Direktur PT Kaltim Parna Industri, Hari Supriyadi, hingga kini Indonesia belum memiliki industri (manufacturing plant) soda ash sendiri. Dan harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. 

“Padahal bahan baku cukup melimpah di Tanah Air. Kebutuhan akan soda ash ini pun cukup besar, hingga 1,2 juta ton pertahun, dan akan terus meningkat,” ujar Hari Supriyadi kepada wartawan, saat Konferensi Pers secara virtual, belum lama ini.

Kebutuhan soda abu ini, kata dia, akan meningkat lagi. Karena, diperlukan juga untuk baterai mobil listrik sebagai bahan bakunya.

"Potensi bahan baku di Indonesia ada. Rencananya, akan dibangun dengan kapasitas 300 ribu. Ini, bisa mengurangi impor soda api 30 hingga 40 persen. Kami ingin wake up call dan menyadarkan kalau Indonesia mampu swasambada soda abu," paparnya.

Menurutnya, untuk membangun kesadaran dan kepedulian masyarakat akan perlunya pembangunan industri soda ash di dalam negeri. Untuk itu, pihaknya bekerja sama dengan Panitia 80 Tahun Pendidikan Tinggi Teknik Kimia di Indonesia, menggelar Kompetisi Esai Nasional bertajuk Industri Soda Ash di Indonesia 

“Selain sebagai wadah sosialisasi akan industri soda ash dan manfaatnya, acara ini diharapkan dapat menjadi pendorong pembangunan industri di dalam negeri, yang akhirnya membantu meningkatkan ketahanan industri kimia nasional,” kata Hari. 

Menurur Hari, pihaknya perlu masukan dari akademisi dan praktisi industri di Indonesia ini untuk bagaimana dapat memiliki industri yang sementara ini belum ada di Indonesia. Karena, mungkin ada sisi atau ruang yang tidak kami lihat dari studi dan kajian yang dilakukanm

"Maka, kami sangat menghargai dukungan ITB, Kementerian Perindustrian, Persatuan Insinyur Indonesia dan para peserta lomba Esai yang kebanyakan dari kalangan milenial," katanya. 

Sementara menurut Ketua Umum Panitia 80 Tahun Pendidikan Tinggi Teknik Kimia di Indonesia, Tirto Prakoso Brodjonegoro, acara yang digelar mulai 8 Mei 2021 lalu berhasil menarik 217 peserta, baik individu atau pun kelompok, yang berasal dari berbagai kalangan, yaitu pelaku industri, masyarakat umum dan pelajar. “Peserta yang ikut, memang cukup antusias. Dari hasil seleksi terhadap 82 esai yang masuk, terpilih 5 finalis yang pada babak final ini akan memperebutkan total hadiah 100 juta rupiah,” kata Tirto.  

Sementara Panitia Peringatan 80 Tahun Teknik Kimia di Indonesia, Ricky Wargakusumah, mengatakan, dengan kompetisi ini, bisa menyampaikan  kebangkitan industri kimia di Indonesia. Karena, walaupun pabrik pupuk ada tapi masih bergantung impor. 

"Masih banyak PR nya, bagaimana kalau kita tidak bisa impor soda ash, akan makin terasa kehilir dalam kondisi darurat," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, Indonesia perlu pemandangan baru bagaimana meningkatkan ketahanan industri kimia. "Genearasi muda punya bekal. Ini jadi harapan kami dengan menggelar pertandingan eseai yang dilihat gagasan dan penyampaian karena perlu ada gagasan baru," kata Ricky. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement