REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan jika dikritik marah, maka jangan mau jadi pejabat publik. Baginya kritik kepada pemerintah sebagai hal yang wajar.
Dipaparknya, kritik merupakan tanda bahwa iklim demokrasi masih terjaga. "(Kritik) itu hal yang lumrah ya, ini negara demokrasi, medianya juga banyak, ya kembali, kalau kita dikritik marah, ya jangan mau jadi pejabat publik," ujar Erick, Jumat (16/7) malam.
Opini, persepsi, hingga tuduhan yang saat ini terjadi, menurut Erick, merupakan hal yang biasa. Oleh karenanya, Erick menekankan pentingnya transparansi dalam setiap kebijakan agar masyarakat bisa memahami tujuan dari setiap kebijakan yang digulirkan. Hal itu, Erick terapkan pada lingkup Kementerian BUMN dan BUMN. Proses yang transparan menjadi kata kunci menjawab tuduhan tersebut.
"Kita buka setransparan mungkin, kalau ada yang berpikir jangan-jangan BUMN pada bangkrut gara-gara PMN itu jualan vaksin, itu salah besar," ucap Erick.
Erick menyampaikan dalam 10 tahun terakhir, BUMN berkontribusi sebesar Rp 3.925 triliun yang terdiri atas pajak sebesar Rp 1.872 triliun, PNBP sebesar Rp 1.035 triliun, dan dividen sebesar Rp 388 triliun. Kata Erick, hal ini berbanding jauh dengan PMN yang hanya empat persen atau Rp 170 triliun dari 2011-2020.
"PMN yang dilakukan saat ini pun semua penugasan lama yang harus diselesaikan seperti tol Sumatera, kereta api cepat, kita juga restrukturisasi Jiwasraya yang menjadi problem di tahun-tahun sebelumnya, kita selesaikan," kata Erick.