Selasa 13 Jul 2021 16:34 WIB

Restorative Justice Dokter Lois dan Hoaks Interaksi Obat

Dokter Lois mengakui opininya di media sosial membutuhkan penjelasan medis.

Tangkapan layar profil akun Twitter dr Lois Owien, dokter umum yang kerap mengeluarkan pernyataan kontroversial soal Covid-19.
Foto:

Lantas bagaimana dengan terapi Covid-19? Covid-19 merupakan salah satu penyakit unik di mana kondisi satu pasien dengan yang lain dapat sangat bervariasi. Pada kasus Covid-19 yang bergejala sedang sampai berat misalnya, maka dapat terjadi peradangan paru, gangguan pembekuan darah, gangguan pencernaan, dan lain-lain.

Karena itu, sangat mungkin diperlukan beberapa macam obat untuk mengatasi berbagai gangguan tersebut, di samping obat antivirus dan vitamin-vitamin. Justru jika tidak mendapatkan obat yg sesuai, dapat memperburuk kondisi dan menyebabkan kematian.

Dalam hal ini, dokter tentu akan mempertimbangkan manfaat dan risikonya dan memilihkan obat yang terbaik untuk pasiennya. Tidak ada dokter yang ingin pasiennya meninggal dengan obat-obat yang diberikannya.

Interaksi obat dapat merugikan jika adanya suatu obat dapat menyebabkan berkurangnya efek obat lain yang digunakan bersama. Atau bisa juga jika ada obat yang memiliki risiko efek samping yang sama dengan obat lain yang digunakan bersama, maka akan makin meningkatkan risiko total efek sampingnya, jelas Zullies.

Jika efek samping tersebut membahayakan, tentu hasil akhirnya akan membahayakan. "Seperti contohnya obat azitromisin dan hidroksiklorokuin yang dulu digunakan untuk terapi Covid, atau azitromisin dengan levofloksasin, mereka sama-sama memiliki efek samping mengganggu irama jantung. Jika digunakan bersama maka bisa terjadi efek total yang membahayakan," papar Zullies.

Selain itu, interaksi obat dapat meningkatkan efek terapi obat lain. Pada tingkat tertentu, peningkatan efek terapi suatu obat akibat adanya obat lain dapat menguntungkan, tetapi juga dapat berbahaya jika efek tersebut menjadi berlebihan.

Ada sejumlah penyakit yang harus menggunakan kombinasi obat dalam terapinya. Untuk itu, perlu dipilih obat yang memiliki risiko interaksi terkecil.

Faktanya, tidak semua obat yang digunakan bersama itu menyebabkan interaksi yang signifikan secara klinis. Yang artinya aman-aman saja untuk dikombinasikan atau digunakan secara bersamaan.

Zullies menjelaskan bahwa pada dasarnya, interaksi obat dapat dihindarkan dengan memahami mekanisme interaksinya. Mekanisme interaksi obat itu sendiri bisa melibatkan aspek farmakokinetik (mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lain), atau farmakodinamik (ikatan dengan reseptor atau target aksinya).

Karena dampak interaksi obat tidak bisa digeneralisir dan harus dilihat kasus demi kasus secara individual, maka solusi yang diberikan untuk mengatasi tiap kasus tentu berbeda. Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa interaksi obat tidak semudah itu menyebabkan kematian.

Jika ada penggunaan obat yang diduga akan berinteraksi secara klinis, maka pemantauan hasil terapi perlu ditingkatkan. Sehingga, jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan akibat interaksi obat, dapat segera dilakukan tindakan yang diperlukan, misal menghentikan atau mengganti obatnya, kata Zullies.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena, mengimbau agar masyarakat mendengarkan informasi soal Covid-19 dari sumber yang terpercaya dan terakreditasi. "Masyarakat kita itu harusnya mendengarkan dari sumber-sumber yang memang terpercaya dan terakreditasi, baik itu kelembagaan maupun pribadi," kata Melki kepada wartawan, Selasa (13/7).

Menurutnya, sebagai sebuah wacana seseorang berhak menyampaikan berpendapat. Namun demikian, jika  informasi yang disampaikan oleh sumber yang tidak terpecaya dan terakreditasi maka informasi tersebut tidak perlu dibesar-besarkan.

"Dokter Lois ini juga bukan yang pertama kan, sudah berkali-kali orang mengatakan perspektif tentang covid tetap rujukannya kan dari pemerintah, Kemenkes, dari Komisi 9, kan Komisi 9 sering memberikan pencerahan," ungkapnya.

Melki juga mengimbau agar masyarakat mendengar informasi seputar Covid-19 dari sejumlah pihak yang terpercaya seperti BNPB, Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) Airlangga Hartarto, ketua umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), atau ketua perawat dan apoteker.

"Jadi dari institusi atau individu yang terpercaya atau terakreditasi gitu," ucapnya.

Melki menuturkan, terkait perbedaan perspektif soal Covid-19 di kalangan dokter agar ditempatkan pada forum ilmiah. Sementara itu terkait dampak sosial dari pernyataan dokter Lois ia menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum.

"Masyarakat kita kadang-kadang hal semacam ini juga dijadikan sensasi, dibikin jadi ramai jadi isu politik gitu-gitu lah, saya kira kita masyarakat kita ikut saja yang sumber-sumber terpercaya sementara yang menyangkut dampak dari komentar dokter Lois yang ada dampak sosial yang lain kan itu urusan  pemerintah aparat hukum lah," ungkapnya.

photo
Hoaks Vaksin dan Covid-19 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement