REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR--Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) mencatat ada penurunan jumlah hewan kurban yang masuk ke Kota Bogor untuk Idul Adha tahun ini. Diprediksi, penurunan jumlah sapi, kambing, dan domba yang masuk ke Kota Bogor sebesar sekitar 20 hingga 30 persen.
Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan pada DKPP Kota Bogor, Wina mengatakan, pada tahun sebelumnya, jumlah sapi kurban yang masuk ke Kota Bogor ada sekitar 5000 ekor. Sementara, untuk kambing dan domba tercatat sekitar 8000 ekor. Diperkirakan, adanya penurunan jumlah hewan qurban diakibatkan karena kurangnya permintaan.
“Tahun ini kayaknya ada penurunan dilihat dari jumlah sapi yang masuk, juga kambing domba. Kita prediksikan bisa sampai antara skeitar 20 sampai 30 persen. Tapi kita masih lihat sampai dengan mendekati Hari Raya Idul Adha 1442 Hijriah. Kita prediksikan ada penurunan 20 sampai 30 persen,” kata Wina kepada Republika, Selasa (13/7).
Wina mengatakan, sejauh ini DKPP sudah melakukan pengawasan terhadap hewan qurban yang masuk ke Kota Bogor. Dimana, sebagian besar berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Kupang.
Pengawasan tersebut, paling utama yakni kesehatan hewan. Wina mengatakan, sebelum masuk ke wilayah Kota Bogor, para penjual hewan qurban harus sudah memiliki Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dari daerah asal.“Hewan qurban itu, harus memenuhi surat kesehatan. Artinya dia bebas dari penyakit, terutama penyakit yang bsia menular dari hewan ke manusia,” jelasnya.
Lebih lanjut, Wina menjelaskan, selain pengawasan terhadap kesehatan hewan kurban, DKPP Kota Bogor juga mengawasi protokol kesehatan. Baik di tempat penjualan hewan qurban, hingga pada hari H pemotongan di masjid-masjid se-Kota Bogor.
“Untuk pengawasan kita sudah berjalan. Cuma memang karena kondisi PPKM Darurat, ada hal-hal yang harus kita perhatikan selain dari segi kesehatan hewannya. Belum lama ini kita lakukan virtual meeting mengenai pelaksanaan kurban di tengan pandemi. Kita undang Camat, Lurah, perwakilan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM), dan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Wilayah 2 Jawa Barat,” kata Wina.
Tak hanya pada penjualan dan pemotongan, Wina menuturkan, pendistribusian hasil pemotongan hewan kurban juga akan diawasi supaya tetap mengedepankan protokol kesehatan. Sebab, pihaknya tidak ingin pelaksanaan qurban tahun ini malah menjadi klaster baru penularan Covid-19.
Apalagi, tahun ini merupakan tahun ke-dua pelaksanaan Idul Adha di tengah Pandemi Covid-19. Ditambah dengan angka penambahan kasus yang melonjak tinggi.
Oleh karena itu, Wina mengatakan, DKPP Kota Bogor menyarankan agar para pedagang hewan qurban bisa melakukan transaksi secara online. Kendati demikian, para pedagang hewan qurban tetap diizinkan untuk membuka display. Dengan syarat, tidak digelar di taman kota, jalur pedestrian, trotoar, dan di atas saluran air.“Tahun ini kita tekankan kalau bisa lakukan transaksi online, tapi kita hanya menyarankan. Kalau tetap ingin lihat ke lokasi, jangan lupa protokol kesehatan dan jangan berkerumun,” ucapnya.
Salah seorang pedagang hewan kurban, Bejo (45 tahun) mengatakan, tahun ini dia tidak memamerkan hewan kurbannya secara langsung. Sebab, selain tidak mendapat izin dari sang pemilik lahan yang biasanya dia gunakan setiap tahun, jumlah hewan qurban yang dijualnya tahun ini lebih sedikit dibandinfkan dengan tahun lalu.
Pada 2020, Bejo membuka display di Jalan Achmad Adnawijaya, Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. Hewan kurban yang dijualnya berupa sapi jenis ongol dan limosin, yang diambilnya dari daerah Jawa Tengah.“Tahun ini saya nggak buka (display). Saya numpang sapi di tempat teman, jadi saya jualan online saja,” ucapnya.
Lebih lanjut, Bejo mengatakan, jumlah hewan kurban yang dijualnya berkurang sebesar 70 persen jika dibandingkan dengan yang dijualnya pada 2020. Meski saat itu tengah diterapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).“Yang saya jual berkurang jauh, ada sekitar 70 persen. Padahal tahun lalu ada aturan PSBB, kalau sekarang sepi banget. Dampak PPKM hebat ,” ucapnya.