REGOL,AYOBANDUNG.COM — Seorang pria paruh baya tengah membereskan tumpukan koran-koran yang berceceran, di sebuah lapak kecil terbuat dari kayu berdiri di atas bahu Jalan Pungkur, Kota Bandung.
Karna Sukarna (55), menjadi penjual koran sejak tahun 80-an di Bandung. Pria ini berasal dari Kuningan. Sejak dia menapakkan kakinya di Kota Bandung menjual koran menjadi penghasilan untuk menghidupinya, impiannya ialah untuk melanjutkan pendidikan.
Pada awalnya, Karna hijrah ke Kota Bandung dengan alasan ingin melanjutkan sekolahnya, agar bisa mewujudkan mimpi-mimpinya. Namun nasib berkata lain, ia tak sempat menggapai mimpi-mimpinya yang didamba sejak kecil.
Faktor ekonomi keluarga memaksa dia untuk berhenti sekolah dan mencari cara untuk menyambung hidup di perantauan.
“Gak diterusin sekolahnya soalnya sepuh teh (bapak) meninggal terus gaada uang buat lanjut,” ujar Karna sambil mengerutkan dahinya seraya mengingat-ingat kembali masa lalunya, saat ditemui AyoBandung.com.
Di Kota Bandung, ia tinggal menumpang di pelataran Masjid At-Taibin yang lokasinya tidak jauh dari tempat berdagangnya. Dia mengatakan, ia tinggal sendirian di masjid tersebut, sebenarnya ia memiliki anak namun sudah menikah semua.
Selain itu keluarga besarnya memilih menetap di kampung halamannya, Kuningan.
Memilih Berjualan Koran
Demi mempertahankan hidupnya, Karna mencoba cara untuk mendapatkan penghasilan. Akhirnya ia bertemu dengan salah seorang Agen koran dan diajak berjualan.
Tanpa pikir panjang Karna langsung menerima tawaran tersebut. Menjual koran menjadi pilihan Karna, untuk bertahan dalam kerasnya hidup di Kota Bandung.
Pada tahun 1986, ia menceritakan bahwa pekerjaan menjual koran adalah suatu hal yang menjanjikan. Kala itu, koran masih sebagai media informasi arus utama di masyarakat. Pada akhirnya, Karna menggantungkan harapan dari berjualan koran itu.
Dahulu Karna bisa menstok sampai 3000 Eksemplar Koran tiap harinya, dan semuanya ludes terjual. Bahkan sekalipun sudah habis, tak jarang banyak orang yang menanyakan stok koran.
Selain itu pun koran-koran dijual dengan harga yang murah, rata-rata 1.000 sampai 2.500 rupiah menjual per-satuan sesuai korannya.
“Dulu mah rame banget jadi jagoan, misalkan jualan di bus kota tuh sampai rebutan,” ujar pria paruh baya dengan senyum dan matanya berbinar mengenang masa keemasannya.
Terminal Leuwi Panjang menjadi saksi awal perjuangan Karna sebagai penjual koran. Ia menceritakan sempat berpindah-pindah tempat untuk menjual korannya. Mulai dari Terminal Leuwi Panjang sampai daerah Alun-alun ia pernah jajaki. Namun pada akhirnya, ia memilih menetap di daerah Jalan Pungkur.
Lain dulu lain sekarang, saat ini koran bukan lagi barang seksi untuk masyarakat. Hal itu menyebabkan pengahsilan ia dari Koran sangat menurun.
Tidak ada lagi cerita berebut koran di Bus Kota, yang ada hanya betapa sulitnya menjual koran pada saat ini. Jumlah koran yang terjual pun tidak semenggiurkan zaman dulu. Bahkan ia masih menyimpan persediaan koran beberapa hari lalu yang tak laku di jual.
Apalagi sampai saat ini menjual koran adalah penghasilan satu-satunya. Kendati begitu, ia tak pernah mengeluh akan hal ini, dengan merasa bersyukur oleh keadaan sekarang merupakan modal utama untuk menjalani hari-harinya.
“Masih semangat alhamdulillah masih diberi kesehatan, masih diberi rezeki, karena mau apalagi kalo gak jualan koran,”ucapnya.
Tertipu
Banyak sekali cerita menarik yang dilontrakan oleh seorang penjual koran ini, beberapa di antaranya bisa membuat kita mengerutkan dahi.
Suatu hari pada tahun 2000-an awal ia bertemu dengan seorang pria yang memiliki umur di bawahnya. Pria ini sangat baik kepadanya, sering kali membeli koran dengan memberikan uang tip untuk Karna. Saking seringnya bertemu, pria itu pun diajak nongkrong oleh Karna sekadar melepas penat aktivitas seharian.
Suatu saat, Pria tersebut ingin meminjam motor Karna, ia mengatakan ada suatu hal yang harus diselesaikan. Karena tidak ada firasat buruk dan ingin berbuat baik Karna memperbolehkan pria tersebut meminjam motornya. Setelah itu tak ada lagi kabar keberadaan pria tersebut, ia berhasil membawa kabur motor Karna.
Kejadian itu cukup berbekas di hati Karna, ia sampai harus bersitegang dengan istrinya sendiri akibat motor itu raib. Pada saat itu pun kondisi ekonominya seketika jatuh karena motor tersebut merupakan simpanan Karna.
“Ya, dibawa kabur sama orangnya. Dikira teh saling mau membantu saling percaya ternyata begitu,” ujar Karna.
Saat dunia semakin cepat dengan perkembangan teknologi, media online terus betebaran, tak membuat dia pupus akan harapan-harapannya. Menjual Koran masih menjadi profesi yang menjanjikan menurut Karna, ia menikmati setiap hasil penjualan koran untuk kebutuhan sehari-hari. Setiap satu koran yang terjual banyak sekali cerita yang ia dapatkan.
Walaupun umur sudah senja tak membuat mimpinya sirna begitu saja. Ia ingin sekali memiliki rezeki agar bisa mempunyai huniannya sendiri.
“Pengen punya rumah, malu tidur numpang terus di masjid mah,” pungkas Karna. [Muhammad Firza Shidqi]