Senin 12 Jul 2021 17:47 WIB

Mencampur Vaksin Jadi Strategi Baru

Mencampur vaksin yang berbeda diharap beri kekebalan ekstra lawan Covid-19.

Pekerja melakukan bongkar muat Envirotainer berisi vaksin COVID-19 Sinovac setibanya dari Beijing di Terminal Cargo Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Senin, (12/7/2021). Sebanyak sepuluh juta dosis bahan baku vaksin COVID-19 Sinovac kembali tiba di Indonesia, yang selanjutnya dibawa ke Bio Farma Bandung.
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Pekerja melakukan bongkar muat Envirotainer berisi vaksin COVID-19 Sinovac setibanya dari Beijing di Terminal Cargo Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Senin, (12/7/2021). Sebanyak sepuluh juta dosis bahan baku vaksin COVID-19 Sinovac kembali tiba di Indonesia, yang selanjutnya dibawa ke Bio Farma Bandung.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Lintar Satria, Rizky Suryarandika, Indira Rezkisari

Indonesia sudah mengumumkan akan memberikan vaksin dosis ketiga bagi tenaga kesehatannya. Vaksin yang digunakan untuk dosis ketiga atau booster adalah Moderna. Artinya akan terjadi percampuran antara vaksin Sinovac dosis lengkap dengan Moderna di tubuh nakes.

Baca Juga

Strategi mencampur vaksin dari merek berbeda saat ini sudah dilakukan sejumlah negara. Terbaru, Thailand juga akan menggunakan campuran vaksin vektor virus AstraZeneca dan vaksin Sinovac, kata Menteri Kesehatan Anutin Charnvirakul, Senin (12/7).

Rencana tersebut, apabila terealisasi, akan menjadi kombinasi vaksin China dan vaksin negara Barat pertama yang diumumkan secara terang-terangan.

Langkah itu bertujuan untuk meningkatkan perlindungan terhadap varian yang lebih menular, katanya kepada awak media. "Ini untuk memperkuat perlindungan terhadap varian Delta dan membentuk tingkat imunitas yang tinggi melawan penyakit," kata Menteri Anutin.

Thailand melaporkan bahwa sejumlah petugas medis dan garda terdepan yang sudah disuntik vaksin virus non-aktif Sinovac terpapar virus corona. Mayoritas petugas medis dan garda terdepan Thailand diberikan suntikan Sinovac setelah Februari, sementara vaksin vektor virus dari AstraZeneca tiba pada Juni, dikutip dari Reuters.

Sebelumnya, sekitar 760 ribu warga Korea Selatan (Korsel) yang telah menerima dosis pertama vaksin AstraZeneca akan ditawari vaksin Pfizer sebagai suntikan kedua. Hal ini dilakukan karena penundaan pengiriman oleh skema pembagian vaksin global COVAX.

Beberapa negara, termasuk Kanada dan Spanyol, menyetujui pencampuran dosis tersebut terutama karena kekhawatiran tentang pembekuan darah yang jarang dan berpotensi fatal terkait dengan vaksin AstraZeneca. Sebuah penelitian di Spanyol menemukan memberikan dosis suntikan Pfizer kepada orang yang telah menerima vaksin AstraZeneca sangat aman dan efektif.

Di Kanada setidaknya 1,3 juta warganya menerima jenis vaksin yang berbeda untuk vaksinasi Covid-19 pada Juni. Laporan tersebut menganalisa sekitar seperlima dari 6,5 juta orang yang mendapat suntikan kedua antara 31 Mei dan 26 Juni mendapat vaksin yang berbeda dari yang pertama.

Beberapa provinsi mulai mencampur dua vaksin mRNA dari Pfizer-BioNTech dan Moderna pada awal April tergantung pada persediaan apa yang ada. Praktik ini menjadi lebih umum pada pekan ketiga Juni, ketika pengiriman tertunda dari Pfizer. Kondisi itu mendorong banyak provinsi untuk beralih ke Moderna hanya untuk beberapa hari.

Sejauh ini memang belum ada riset menyeluruh mengenai percampuran vaksin. Penelitian Oxford University namun menemukan campuran vaksin Covid-19 AstraZeneca dan Pfizer-BioNTech memberikan perlindungan yang kuat. Penelitian ini digelar saat dunia kekurangan pasokan vaksin virus corona.

Berdasarkan penelitian tersebut campuran dua vaksin yang diberikan dalam rentang waktu empat minggu akan menginduksi konsentrasi antibodi yang tinggi melawan lonjakan protein lgG SARS-CoV2. "Penelitian Com-COV telah mengevaluasi kombinasi 'campur dan kocok' vaksin Oxford dan Pfizer untuk melihat sejauh mana vaksin-vaksin ini dapat digunakan bergantian, berpotensi untuk digunakan secara fleksibel di Inggris dan di seluruh dunia," kata professor vaksinologi dan kedokteran anak University of Oxford dan kepala penelitian ini Matthew Snape seperti dikutip kantor berita ANI, Selasa (29/6).

"Ketika campuran yang dijadwalkan ini diberikan dengan interval empat pekan hasilnya menunjukkan menginduksi respons imun di atas ambang batas yang dicapai vaksin Oxford/AstraZeneca standar," kata Professor Snape.  

Sementara itu, Deputi Kepala Badan Kesehatan Inggris, Professor Jonathan Van-Tam, mengatakan data penelitian ini langkah yang sangat penting. "Menunjukkan campuran yang dijadwalkan memberi masyarakat kekebalan protektif terhadap Covid-19 setelah empat minggu," katanya.

"Program vaksin non-campuran (homologous) kami telah menyelamatkan puluhan ribu orang di seluruh Inggris tapi sekarang kami tahu dosis campuran dapat memberikan kami fleksibilitas yang lebih besar untuk mendorong program ini, sementara membantu negara-negara lain untuk meningkatkan program vaksinasi mereka dan membantu yang kesulitan mendapatkan pasokan vaksin," kata Van-Tam.

Selain mencampur vaksin, studi juga menunjukkan pemberian dosis ketiga setelah enam bulan bisa meningkatkan sistem imunitas. Dikutip dari BBC, Profesor Paul Hunter dari University of East Anglia mengatakan pertanyaan besarnya adalah apakah publik akan ditawarkan booster atau vaksin dosis ketiga di musim gugur. "Saya duga, yang akan ditawaekan adalah mereka yang paling berisiko terpapar virus karena usia atau kondisi medisnya."

Dia menyarankan, mereka yang sudah mendapat dosis lengkap AstraZeneca diberi dosis ketiga vaksin Pfizer ketimbang mengulang pemberian AstraZeneca. Sedangkan masyarakat yang sudah diberi dosis lengkap Pfizer mungkin tidak perlu mendapatkan dosis ketiga.

Studi awal tentang pencampuran vaksin ini menunjukkan hasil terciptanya antibodi yang tinggi. Studi tersebut dilakukan terhadap Pfixer dengan Pfizer, AstraZeneca dengan Pfizer, dan Pfizer dengan AstraZeneca. Antibodinya lebih tinggi dibandingkan hanya menerima dosis pertama dan kedua dari AstraZeneca.

Pencampuran vaksin AstraZeneca dengan vaksin Sputnik V dari Rusia juga sedang menjadi pertimbangan oleh produsen AstraZeneca. Kedua vaksin tersebut dibuat menggunakan teknologi adenovirus yang bekerja mengantarkan antigen SARS-CoV-2 ke tubuh dan sel tubuh.

Agar bisa bekerja tubuh harus merespons ke adenovirus yang dipakai sebagai kendaraan vaksin. Artinya, setelah dosis kedua tubuh mungkin membentuk antibodi melawan komponen adenovirus yang akan menetralisir vaksin menjadikan suntikan dosis kedua kurang efektif.

Sputnik V menghindari isu tersebut dengan menggunakan adenovirus yang berbeda di tiap dosisnya. Yaitu Ad5 and Ad26. Dikutip dari laman Gavi.org, AstraZeneca sedang mengetes apakah penggunakan vaksin dosis pertamanya dicampur dosis kedua Ad26 Sputnik V akan lebih baik.

Manfaat lain mencampur vaksin dari merek berbeda ke imunitas tubuh adalah mencegah vaksin menjadi kurang efektif saat bertemu varian baru. Ketika virus bermutasi, maka tubuh memiliki antibodi dengan lebih dari satu senjata untuk melawannya.

photo
Hoaks Vaksin dan Covid-19 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement