REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Bogor mencatat okupansi hotel anjlokmselama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Oleh karena itu, PHRI Kota Bogor meminta keringanan pajak ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bogor.
Ketua PHRI Kota Bogor, Yuno Abeta Lahay memaparkan, pada akhir pekan lalu, okupansi hotel di Kota Bogor anjlok hingga di angka 8,27 persen.
“Minggu itu (okupansi hotel) 8,27 persen, tapi kalau rata-rata per bulan 15,73 persen. Normalnya kita antara 60 sampai 65 persen. Okupansi hotel ambil rata-rata dari 35 hotel, baik dari melati maupun bintang 4,” kata Yuno kepada Republika.co.id di Kota Bogor, Senin (12/7).
Yuno menjelaskan, pihaknya tidak berencana meningkatkan penjualan. Sebab, hal itu dipastikan akan berbentrokan dengan aturan PPKM Darurat karena dapat menimbulkan keramaian.
Namun, Yuno menyebutkan, PHRI Kota Bogor telah meminta keringanan ke Bapenda Kota Bogor untuk tidak menyetorkan pajak bulan lalu. Bahkan, dia meminta adanya penundaan pembayaran pajak selama tiga bulan.
“Yang paling penting tuh, tanggal 20 ini jatuh temponya kita mesti setor pajak hotel dan restoran. Saya sudah minta keringanan ke Bapenda untuk yang bulan lalu tidak kita setorkan bulan ini. Saya minta tiga bulan penundaan kayak tahun lalu jadinya kebijakannya, kayak relaksasi lah,” ucapnya.
Di samping itu, lanjut dia, PHRI Pusat sedang mencoba meminta pelonggaran dari sisi tagihan listrik dan BPJS untuk ditunda pembayarannya. Termasuk meminta kompensasi bagi beberapa hotel yang menggunakan rekening industri, seperti rekening bisnis PLN. Untuk dihapuskan dulu biaya abodemennya.
Yuno melihat, kondisi ini sama seperti ketika di awal pandemi Covid-19 tahun lalu. Tepatnya ketika Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Bahkan dinilai lebih berat.
“Karena ini kita melihatnya persis, bahkan mungkin lebih berat dair tahun lalu. Recovery-nya belum tentu bisa seperti kemarin. Tahun kemarin kan kita kena Maret, tapi kita come back di Juli. Sekarang kita kena Juni akhir, masih agak pesimis,” ujarnya.
Yuno menambahkan, kebijakan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait instruksi untuk seluruh instansi Kementerian, Gubernur, Bupati, dan Wali Kota untuk merefokusing anggaran. Termasuk anggaran perjalanan dinas dan rapat juga dipangkas.
“Makanya kita agak khawatir di situ. Apalagi Bogor 60 sampai 70 persen memang isinya dari meeting kementerian dan lembaga,” pungkasnya.