REPUBLIKA.CO.ID, MAMUJU -- Angka prevalensi stunting Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) sampai saat ini masih di atas rata-rata nasional yakni sekitar 40.38 persen, hanya lebih baik dari Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pendidikan dan pemahaman tentang gizi di wilayah ini harus ditingkatkan
Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi Barat Nuryamin menyatakan, angka kematian bayi tahun 2019 mencapai 223 per seribu kelahiran hidup, tahun 2020 naik menjadi 292, sementara angka kematian ibu memang mengalami penurunan. "Selain itu persoalan lain di Sulbar yakni terkait pernikahan usia muda yang masih cukup tinggi," ungkap Nuryamin pada webinar "100 Profesor Indonesia Bicara Stunting, Perspektif Gizi dan Pendidikan", Rabu (7/7) lalu.
“Seminar 100 Profesor Bicara Stunting” dilaksanakan secara virtual diselenggarakan mulai tanggal 5-8 Juli 2021. Pada hari kedua 7 Juli 2021 dilaksanakan oleh 7 Kantor Perwakilan BKKBN Provinsi yakni Maluku Utara, Maluku, Papua, Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Sulawesi Barat dan Kepulauan Riau.
Kepala BKKBN Dr (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG. (K) dalam sambutannya mengharapkan dari webinar ini BKKBN bisa mendapatkan masukan terkait hasil-hasil kajian dari para ahli stunting, guru besar, Profesor. Kajian ini akan menjadi referensi yang baik, untuk menjadi pijakan penentuan kebijakan yang tepat.
"Kajian-kajian komprehensif bisa kita dapatkan karena tantangan penurunan stunting 14 persen di tahun 2024 sungguh luar biasa besar," harap Dokter Hasto, seperti dalam pers, Kamis (8/7).
Prof. Dr. Gufron Darma Dirawan, EMD, M.END yang juga Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Barat menjelaskan, stunting merupakan bagian dari berbagai persoalan multi sektor. Kalau bicara stunting tentunya juga tidak terlepas dari sejarah. "Pitu Ba'bana Binanga dan Pitu Ulunna Salu, sebagai sebuah konfederasi yang berada di daerah pesisir dengan panjang pantai lebih dari 600 kilometer (km), dengan kondisi seperti itu seharusnya Sulbar tidak ada stunting," jelas Prof. Gufron Darma.
Menurutnya karena Sulbar berada di daerah pesisir seharusnya memiliki pola hidup dan budaya yang terbuka serta memiliki keanekaragaman hayati yang banyak dan bisa dimanfaatkan. Menurutnya dahulu ikan menjadi hal utama yang dikonsumsi oleh masyarakat Sulbar namun sekarang orang lebih banyak beralih pada makanan instan seperti mi.
Prof. Dr. Gufron Darma Dirawan menambahkan, perlu adanya perubahan pola pikir yang akhirnya bisa merubah pola kehidupan. Kemudian merubah pola pembelajaran disekolah dengan memotivasi guru merubah proses pembelajaran yang dapat meningkatkan partisipasi sekolah anak. "Tujuannya agar anak bisa lebih fokus sekolah sampai jenjang perguruan tinggi sehingga pernikahan dini bisa dicegah," tambah Gufron Darma.