REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pencegahan dan Pengedalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan meningkatnya pasien positif Covid-18 membuat kebutuhan oksigen meningkat hingga 3 ribu hingga 4 ribu ton per hari. Untuk Pulau Jawa saja kebutuhan oksigen mencapai sebanyak kurang lebih 2.200 ton perhari.
"Tentunya pemerintah sekarang berusaha mencukupi kebutuhan oksigen yang fasilitas pelayanan kesehatan butuhkan. Karena ini tentu upaya untuk melakukan pengobatan pasien-pasien Covid-19," kata Nadia, Selasa (6/7).
Nadia menilai, jika sebagian produksi gas untuk industri, sementara bisa digunakan untuk kebutuhan oksigen, maka bisa menutupi kebutuhan di fasilitas layanan kesehatan. "Kami minta pengusaha industri gas agar mengonversi yang tadinya untuk gas oksigen medis itu hanya 20 sampai 30 persen, sekarang dialokasikan sebanyak 50 persen untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang melonjak. Itu akan kita fokuskan dulu untuk memenuhi kebutuhan pasien di rumah sakit," ujarnya.
Nadia mengatakan, agar bisa mendapatkan gas, masyarakat bisa segera mengakses rumah sakit jika ada keluhan sesak nafas karena terpapar Covid-19. "Kalau pasien Covid-19 dalam kondisi sesak sudah tidak boleh dirawat di rumah," ujarnya.
Di samping itu, Nadia menjelaskan, pemerintah terus berkoordinasi dengan BUMN PGN untuk pemenuhan kebutuhan oksigen. "Ada Satgas untuk industri gas nasional. Dengan penyedia gas swasta, kami juga koordinasi," kata Nadia.
Nadia mengatakan banyak masyarakat yang panik dalam membeli oksigen. Padahal, dia menduga, belum tentu juga membutuhkan. Karena itu harga menjadi naik. Orang-orang yang betul-betul membutuhkan pun akhirnya kesulitan mendapatkan oksigen. Sedangkan jika masyarakat menyimpan tabung oksigen padahal tidak butuh, berarti akan terjadi kelangkaan, dan otomatis meningkatkan harga.
"Akibatnya orang yang benar-benar membutuhkan tidak mendapatkan," ucapnya.