Ahad 27 Jun 2021 20:39 WIB

Wali Kota Bogor Usul Pembatasan Ketat di Jabodetabek

Bima mengusulkan pembatasan ketat di wilayah Jabodetabek seperti PSBB tahap pertama.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Mas Alamil Huda
Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto.
Foto: Republika/Shabrina Zakaria
Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, mengusulkan pemerintah pusat agar kembali menerapkan pembatasan ketat di wilayah Jabodetabek seperti pada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahap pertama. Usul itu disampaikan lantaran angka kasus Covid-19 saat ini terus meningkat dan tidak terkendali. 

"Situasi Covid-19 sudah sangat mengkhawatirkan. Sudah nyaris melampaui kapasitas kita semua untuk menangani. Jadi, saya kira memang pemerintah pusat harus berani mengambil langkah-langkah kebijakan yang lebih ketat. Mungkin tidak dipukul rata secara nasional, tapi bisa diberlakukan sesuai dengan kedaruratan di wilayahnya,” kata Bima Arya ketika menggelar konferensi pers di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor, Ahad (27/6).

Bima Arya mengaku, usulan tersebut akan disampaikan hari ini ke pemerintah pusat. Dia pun telah menjalin komunikasi dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan menyampaikan data-data kenaikan angka kasus Covid-19 di Kota Bogor.

“Ini saya kira masukan agar didengar pemerintah pusat, kementerian terkait. Karena kepala daerah terbatas kewenangannya. Di sisi lain, kita melihat tenaga kesehatan (nakes) bertumbangan. Yang kita bisa lakukan adalah sesuai dengan kewenangan kita,” tuturnya.

Lebih lanjut, Bima Arya mengatakan, pengetatan di wilayah dengan pembatasan mobilisasi orang, penutupan tempat usaha, atau pembatasan aktivitas dianggap solusi dan bisa menekan laju peningkatan kasus Covid-19. Namun dilakukan per wilayah, tidak secara nasional.

Dengan demikian, sambung dia, asumsi dan perhitungan kemungkinan besar harus berubah. Karena, menurutnya, situasi saat ini tidak sama lagi di mana varian baru Covid-19 bermunculan. Kecepatan penyebarannya mungkin tidak bisa diimbangi dengan vaksinasi. Termasuk juga penambahan kapasitas tempat tidur di rumah sakit tidak bisa mengimbangi jumlah nakes yang terpapar. 

Sementara di sisi lain, kebijakan reaktif, insidental, seperti pelarangan mudik, pembatasan mobilitas, realitanya memang sulit dijalankan dengan maksimal di lapangan. "Jadi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang kita terapkan sekarang ini terlihat belum maksimal untuk mengatasi persoalan yang semakin berat," ujar dia.

Bima Arya menuturkan, PPKM tidak akan efektif apabila tidak bersamaan dengan pembatasan lebih ketat lagi dalam kebijakan yang lebih makro.  Dia menambahkan, terkait penamaan pembatasan wilayah, hal itu diserahkan ke pemerintah pusat. Hanya saja, pemerintah daerah perlu persiapan sehingga kebijakan sebaiknya tidak diberlakukan secara tiba-tiba.

“Karena kita perlu melakukan pengondisian anggaran di sektor formalnya, dan di sektor informalnya kita perlu mobilisasi solidaritas warga semua supaya memastikan warga tetap bisa makan. Terutama yang kerjanya harian, lepasan,” pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement