REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Wakil Gubernur Sumatera Barat Audy Joinaldy mengingatkan masyarakat sekitar Danau Singkarak untuk bersama-sama menjaga kelestarian ikan endemik, bilih agar tidak punah dan nantinya hanya bisa dilihat lewat layar gawai (HP).
"Ikan bilih atau nama latinya mystacoleucus padangensis adalah satwa endemik. Salah satu kekayaan plasma nutfah dari Sumbar. Kalau tidak dipelihara bisa punah," kata Audy.
Menurutnya jika ikan tersebut hampir punah bisa saja dimasukkan dalam kategori satwa yang dilindungi sehingga tidak boleh lagi ditangkap dan dikonsumsi. Hal itu tentu akan sangat merugikan 6.000 orang masyarakat selingkar danau yang menggantungkan nasib dari menangkap dan menjual ikan bilih.
"Karena itu mari bersama-sama kita menjaga agar populasi ikan bilih ini tetap terjaga dan tetap bisa menjadi roda perekonomian masyarakat selingkar danau," ujarnya.
Bersamaan dengan itu ia meminta Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar untuk terus mengundang ahli dalam upaya pelestarian dengan teknologi pemijahan yang sampai saat ini belum berhasil. "Nanti coba lagi undang para ahli untuk upaya pemijahan ini," ujarnya.
Dukungan pemerintah untuk upaya pelestarian itu adalah dengan menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 18 tahun 2018 yang salah satunya melarang eksploitasi penangkapan ikan yang tidak terkendali menggunakan alat tangkap ilegal seperti bagan.
"Bagan dalam aturan itu tegas dilarang. Ini harus ditegakkan," katanya.
Selain itu Pemprov Sumbar bersama Pemkab Solok dan Tanah Datar juga mengalokasikan anggaran untuk bantuan alat tangkap ramah lingkungan bagi nelayan sekitar danau.
Alat tangkap itu diantaranya mesin tempel 2,5 PK sebanyak 14 unit untuk 14 orang nelayan yang tergabung dalam 11 kelompok nelayan di Danau Singkarak masing-masing tujuh penerima dari Nagari Paninggahan Solok, tujuh penerima dari Kabupaten Tanah Datar.
Bantuan lainnya adalah penyediaan 16 jaring langli (jaring ikan bilih) untuk 16 nelayan di Tanah Datar dan Solok. Kemudian penyediaan 14 unit Gilnet (jaring ikan nila) untuk 14 orang nelayan dua daerah.
Sementara itu Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar, Yosmeri mengatakan penangkapan ikan dengan bagan bukan kearifan lokal tapi "diimpor" dari Danau Toba.
Ia bercerita pada 2004 ikan bilih Danau Singkarak diintroduksi ke Danau Toba dan ternyata berkembang pesat. Mereka di sana menggunakan bagan sehingga hasil tangkapan sehari bisa mencapai 100 ton. Namun karena tidak bisa mengolah seperti di Sumbar mereka mengundang nelayan Singkarak untuk membantu memberikan pelatihan pengolahan ikan bilih.
Setelah memberikan pelatihan di Toba, nelayan ini membawa pulang cara penangkapan dengan bagan yang kemudian makin berkembang hingga populasi ikan menjadi terganggu.
"Sekarang kita mencoba mengembalikan cara menangkap ikan itu sesuai kearifan lokal dengan jaring langli atau pancing supaya populasi ikan terjaga dan tidak menjadi punah," katanya.
Jika tidak dilakukan upaya pelestarian sejak sekarang, diyakini ikan bilih akan punah dalam waktu dekat.