REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesian Corruption Watch (ICW) menanggapi soal Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang menyebut hasil tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa dibuka melalui mekanisme pengadilan. Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, mengatakan kepala BKN tidak memahami perjanjian yang ditanda tangani antara KPK dan BKN.
"Konsep itu keliru. Itu harus diberikan pihak yang mengikuti tes tersebut," kata Kurnia kepada Republika.co.id, Sabtu (19/6).
Menurut Kurnia, pihak BKN malah menyulitkan pihak-pihak yang mengikuti TWK tersebut. Mereka tidak memahami Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.
"Memang tidak bisa diakses oleh publik iya tapi ketika peserta 75 TWK KPK meminta hasil tesnya kepada KPK dan BKN, terutama KPK, itu harus diberikan," ujar dia. "Jadi kita tidak memahami apa maksud yang bersangkutan dibuka melalui pengadilan. Itu alasan yang konyol," tambah dia.
Sebelumnya, Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengatakan hasil TWK pegawai KPK bisa dibuka melalui mekanisme pengadilan. "Apakah ini bisa dibuka? Bisa, melalui pengadilan silakan saja," kata Bima di Jakarta, Jumat (18/6).
Kendati bisa dibuka melalui pengadilan, Bima mengatakan nama-nama pegawai yang, misalnya, menyetujui pancasila diganti dengan ideologi lain, atau siapa saja yang menentang kebijakan pemerintah untuk pembubaran organisasi radikal dan teroris akan diketahui publik.
Ia menjelaskan pelaksanaan tes wawasan kebangsaan tersebut menggunakan instrumen milik Dinas Psikologi TNI AD dan profiling dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sehingga BKN tidak memiliki hak untuk membuka ke publik. Instrumen indeks moderasi bernegara-68 yang digunakan untuk tes wawasan kebangsaan pegawai KPK tersebut juga diatur dalam peraturan Panglima TNI.