REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG – Pemerintah tengah menggodok revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Prof. Dr. Henry Subiakto membeberkan pemerintah tengah menyiapkan pasal khusus untuk menangani berita hoaks. UU ITE selama ini menurut Henry belum memiliki norma yang cukup untuk melawan hoaks.
“Hoaks di UU ITE hanya ada satu pasal, itupun tentang kabar bohong yang merugikan konsumen. Hoaks secaara umum dan politik hanya bisa dijerat pelakunya apabila isinya tuduhan dan fitnah pada seseorang. Makanya nanti terkait penanagan hoaks akan kita tambah pasalnya di draft rencana revisi UU ITE,” ujar Henry dalam acara forum group discussion Pemanfaatan Teknologi Komunikasi (TIK) oleh Masyarakat dalam Bermedia Sosial Menghadapi Hoaks Tanpa Melanggar UU ITE di Kupang, Kamis (17/6).
Dalam rilis yang diterima pada Jumat (18/6), penanganan khusus terkait hoaks di dalam draft UU ITE dikatakan Henry sangat penting di tengah kehadiran internet yang sudah menjadi sumber kegiatan masyarakat secara umum.
Produktivitas dan ritme positif masyarakat dalam menggunakan internet harus dijaga dengan cara mengurangi peredaran hoaks, melalui adanya pasal pidana bagi yang sengaja membuat dan menyebarkan konten-konten hoaks.
Senada dengan Henry, Direktur Direskrimsus Polda Jawa Timur, Kombes Pol Farman mengatakan dampak hoaks saat ini sangat besar disamping dampak virus Covid-10.
“Negara sumber demokrasi seperti Amerika Serikat bahkan mengalami kejadian buruk di Gedung parlemen mereka dikarenakan beredarnya informasi hoaks. Dampak penyebaran hoaks terhadap masyarakat, bingung dan resah karena sulit membedakan antara berita asli dengan berita palsu,” ujarnya.
Secara prinsip, lanjut Farman, pihak kepolisian mendukung adanya pasal-pasal yang mengatur Hoaks dalam revisi UU ITE.
Sementara, Indonesia Cyber Law Community (ICLC) mengisyaratkan agar penegak hukum diberikan akses untuk masuk ke berbagai sistem elektronik supaya dapat menegakkan hukum siber secara efektif dan cepat.
“Efektivitas penegakkan hukum di Indonesia dapat dilakukan secara efektif, dengan diberikan akses untuk mengakses data sistem elektronik tertentu untuk kepentingan pengawasan dan penindakan,” ujar Josua Sitompul dari ICLC.