REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua saksi yang dihadirkan ke persidangan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19, mengaku menyerahkan uang ke pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso. Kedua saksi tersebjt yakni, Letkol Irman Putra yang merupakan Irwasus Inspektorat Babinkum TNI, diperbantukan Ketua Pusat Koperasi Yustisia Adil Makmur dan Komisaris PT Aditama Energi Kuntomo Jenawi.
Keduanya mengaku, menyerahkan uang ke Joko dengan harapan perusahaannya terpilih menjadi vendor bansos. Hal tersebut terungkap saat Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Irman.
Dalam BAP, Irman menyampaikan, Koperasi Yustisia Adil Makmur mendapat kuota bansos tiga kali pada tahap 5, 6, dan 7. Total dia mendapat 100 ribu kuota.
Setelah mendapat kuota itu, dia mengaku, diminta Matheus Joko Santoso menyerahkan fee bansos. Dia menyebut, diberikan pengharapan jika menyerahkan uang, Kemensos akan memberikan Koperasi Yustisia Adil Makmur kuota paket bansos.
"Bahwa benar saya pernah dipaksa Matheus Joko untuk memberi Rp 250 juta atas kuota koperasi. Akhirnya, karena koperasi dapat kerja akhirnya saya berikan Rp 250 juta di Cafe Bale Bengong, saya berikan uang Rp 250 juta dengan harapan koperasi dapat pekerjaan bansos. Namun ternyata nihil, setelah 3 kali putaran koperasi tidak mendapatkan lagi," ujar jaksa KPK Ikhsan Fernandi saat membaca BAP Irman.
"Benar, cuma penyerahan di Kemensos Cawang," ujar Irman.
Irman mengatakan, sebenarnya Joko tidak mematok jumlah uang. Dia juga mengatakan, setelah memberikan uang Rp 250 juta, Joko menghilang bahkan menghindar ketika ditanya masalah jatah kuota koperasi.
"Tidak ada patokan, cuma saya nggak mau kasih, kemudian dijanjikan ada SPK. Setelah diserahkan kemudian ternyata nggak ada kita hubungi, datangi ke kantor menghindar," papar Irman.
Namun, karena Irman terus mengejar dan mempertanyakan kuota Kemensos, Joko akhirnya mengembalikan separuh uang yang diberikan Irman. "Kemudian lebih satu bulan dia kembalikan dananya yang dia minta. Dia kembalikan Rp 100 juta, saya yang minta dikembalikan saja," ucap Irman.
Sementara Kuntomo Jenawi mengatakan, dia memberikan uang 8 ribu dolar Singapura ke Matheus Joko. Berbeda dengan Irman, Kunto mengaku, tidak pernah diminta memberi fee oleh Joko.
Uang yang diberikan Kunto ke Joko adalah uang tanda terima kasih. Uang itu diserahkan di Kemensos Cawang langsung kepada Joko.
"Tidak ada bicara (fee) ke saya, tapi di BAP saya katakan ada memberi uang ke Matheus Joko Santoso sebagai terima kasih senilai 8 ribu dolar Singapura (setara) sekitar Rp 90 juta," ujar Kuntomo.
Kuntomo memberikan fee setelah dia mengerjakan 42.559 paket bansos dengan nilai kontrak Rp 12 miliar. Dia mengerjakan proyek bansos dengan meminjam bendera perusahaan PT Darma Lantara.
"Saya hubungi Joko 'mas ada waktu? Saya mau ketemu sowan, saya thank you, saya tanya gimana bisa dapat lagi nggak, gitu aja," ujar Kuntomo.
"Saya berharap dapat PO berikutnya, (kenyataannya) tidak, alasannya vendor terlalu banyak kuotanya terbatas," kata dia.
Juliari didakwa menerima suap uang sebesar Rp32 miliar melalui Plt Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kemensos, Adi Wahyono, yang juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pengadaan Bansos Covid-19, Matheus Joko Santoso.
Atas perbuatannya, Juliari Batubara didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.