Rabu 09 Jun 2021 19:35 WIB

IDI Dukung Aturan Lebih Ketat untuk Minuman Beralkohol

Tak ada dokter yang obati pasien dengan alkohol karena efek merugikannya lebih banyak

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Agus Yulianto
Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) - Daeng M. Faqih
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) - Daeng M. Faqih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M. Faqih mendukung adanya aturan lebih ketat terhadap minuman beralkohol. Dia menilai, sudah saatnya Indonesia mengatur lebih tegas terkait peredaran dan distribusi minol yang berdampak buruk bagi kesehatan.

Karenanya, dia menyambut baik Rancangan Undang-undang Larangan Minuman Beralkohol (Minol) yang kini sedang dibahas oleh DPR RI. “IDI (Ikatan Dokter Indonesia) sangat setuju kalau distribusi dan konsumsi alkohol (Minol) diatur dengan ketat untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat alkohol,” ujar Daeng dalam keterangan yang diterima, Rabu (9/6).

Daeng mengatakan, orang yang mengonsumi minol banyak mengalami gangguan kesehatan, mulai dari gangguan kesehatan yang ringan seperti gangguan konsentrasi sampai gangguan kesehatan yang berat seperti gangguan pada organ otak, jantung, liver dan ginjal.

Merujuk pada data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2016 ada tiga juta orang di dunia meninggal akibat konsumsi alkohol. Angka itu setara dengan 1 dari 20 kematian di dunia disebabkan oleh konsumsi Minol.

Pernyataan serupa disampaikan Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PP PDUI) bidang Hukum dan Advokasi, Ade Armada S, bahwa minol lebih banyak dampak buruknya dibanding manfaatnya.

“Bagi kalangan praktisi medis yang dilihat adalah yang lebih besar manfaatnya bagi seseorang. Dari sisi manfaat, minuman alkohol ternyata sedikit sekali dibanding kerugiannya yang sangat besar pada kondisi fisik, mental, emosi seseorang,” kata Ade.

Ade mengatakan, karena lebih banyak membawa dampak buruk, dokter tidak menggunakan minol sebagai terapi atau pengobatan. Sebab, masih ada alternatif lain yang bisa dikontrol oleh dokter penggunaannya.

Ade pun setuju menggunakan kata larangan digunakan pada nama RUU Larangan Minol. “Kata larangan masih bisa diterima dari aspek medis karena itu tidak ada dokter yang mengobati pasiennya dengan alkohol karena efek merugikannya lebih banyak,” kata Ade.

“Ada pilihan lain bagi Dokter untuk pengobatan tersebut yaitu dengan obat-obat tertentu di mana pasien tidak akan memperoleh kecuali dengan resep dokter, sehingga Dokter bisa mengawasi, mengontrol dan evaluasi efek-efek obat tersebut,” katanya.

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement