Selasa 08 Jun 2021 18:11 WIB

Kajian IDAI: Situasi Belum Aman untuk Sekolah Tatap Muka

Berdasarkan hasil kajian, IDAI belum merekomendasikan dimulainya sekolah tatap muka.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Andri Saubani
Siswa sekolah dasar mengerjakan soal ujian akhir semester di rumahnya di Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, DI Yogyakarta, Selasa (8/6/2021). Gubernur Yogyakarta Sri Sultan HB X menyatakan sekolah tatap muka di wilayahnya dibuka setelah vaksinasi Covid-19 terhadap guru dan tenaga kependidikan selesai dilakukan.
Foto:

Sebelumnya, Mendikbudristek Nadiem Makarim menegaskan, PTM nantinya akan dilakukan secara terbatas. Beberapa peraturan sudah disusun, antara lain, maksimal 50 persen kapasitas kelas, harus menerapkan protokol kesehatan, dan maksimal siswa di sekolah selama dua hingga tiga jam.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menegaskan, PTM di sekolah hanya akan menjadi suatu opsi bagi siswa dan orang tua. Setelah sekolah memenuhi daftar periksa dan semua guru divaksinasi, PTM wajib dibuat menjadi pilihan pembelajaran.

"Sekolah wajib memberi opsi tatap muka. Wajib memberi opsi tatap muka setelah bapak ibu gurunya divaksin dua tahap. Ada dua opsi bagi peserta didik, yaitu ikut PTM atau PJJ. Bagi orang tua yang belum sreg untuk mengirim putra-putrinya ke sekolah, boleh tetap belajar di rumah," kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dasmen) Jumeri, Selasa (8/6).

Jumeri juga menjelaskan, PTM akan dilakukan secara terbatas tanpa harus semua murid di satu sekolah belajar secara bersamaan. Berdasarkan peraturan yang sudah dibuat Kemendikbudristek, maksimal kapasitas kelas adalah 50 persen dari normal.

PTM terbatas, Jumeri menambahkan, mengendalikan jumlah peserta didik setiap rombongan belajar tidak sesuai dengan jumlah normalnya. "Jadi, kalau biasanya ada 36, ini maksimal separuhnya," kata dia menegaskan.

Selain itu, jumlah kursi di satu kelas juga wajib disesuaikan dengan jumlah siswa yang belajar. Jangan sampai ada kursi kosong tidak terpakai. Sebab, dikhawatirkan kursi tersebut akan tetap digunakan oleh siswa sehingga jaga jarak tidak terjadi.

Jumeri mengatakan, di dalam PTM terbatas, peserta didik tidak harus ikut pembelajaran penuh selama satu hari. Lama belajar diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan serta kesiapan sekolah masing-masing.

Pelaksanaan PTM terbatas akan menyesuaikan juga dengan kebijakan di daerah yaitu dinamika PPKM Mikro. "Secara nasional, mungkin tidak akan sama antara satu provinsi dengan yang lain. Bahkan, antarkecamatan itu mengikuti dinamika Covid-19 di wilayah masing-masing," kata dia lagi.  

Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mendukung kebijakan pemerintah terkait PTM yang diselenggarakan maksimal dua hari dalam sepekan. Dengan proses pembelajarannya maksimal dua jam tiap harinya.

"Prinsipnya kita setuju. Kita menganggap apa yang dilontarkan oleh Pak Presiden sebagai langkah antisipasi yang akhir-akhir ini Covid posisinya lagi naik," ujar Huda saat dihubungi, Selasa (8/6).

Menurutnya, kebijakan tersebut merupakan langkah adaptif pemerintah dalam melaksanakan kembali pembelajaran tatap muka di tengah pandemi Covid-19. Tujuannya, agar keselamatan peserta didik dan tenaga pengajar tetap aman dari virus tersebut.

"Kami mendorong sebagai langkah antisipasi bahwa kita sedang memasuki adaptasi baru dunia pendidikan kita," ujar Huda.

Di samping itu, ia mendorong Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk segera mempercepat program vaksinasi untuk guru agar pelaksanaan PTM nanti dapat lebih terlaksana dengan baik.

"Kami berharap PTM bisa dilakukan mengingat banyak dampak negatif ketika sekolah tidak segera dibuka,” ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

photo
Ilustrasi Sekolah Tatap Muka - (republika/mgrol100)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement