Selasa 08 Jun 2021 00:15 WIB

Indonesia Punya 6 Modal untuk Kembangkan Industri Halal

Populasi Muslim menjadi salah satu modal penting industri halal

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Populasi Muslim menjadi salah satu modal penting industri halal. Industri halal. Ilustrasi
Foto: Republika/Prayogi
Populasi Muslim menjadi salah satu modal penting industri halal. Industri halal. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Industri halal nasional memiliki potensi yang sangat besar karena didukung oleh banyak modal halal. Indonesia berkesempatan menjadi pemain global di bidang halal jika mampu memaksimalkan modal tersebut.

Hal itu disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, Mastuki, saat menjadi narasumber Webinar Nasional bertema "Indonesia Produsen Produk Halal Dunia, Siapkah?" yang diadakan oleh Universitas Ma'arif Hasyim Latif (Umaha) Sidoarjo, Jawa Timur.

"Potensi besar industri halal di Indonesia didukung oleh sedikitnya enam modal halal. Ada modal religius-demografis, modal sosio-kultural, modal usaha dan dunia industri, modal ekonomi, modal regulasi-dukungan politik, serta modal bilateral-multilateral," kata dia melalui keterangan tertulis, Ahad (6/6).

Secara demografis, Mastuki menjelaskan, penduduk beragama Islam di Indonesia mencapai 209,1 juta jiwa atau 87,2 persen dari total penduduk Indonesia, atau 13,1 persen dari seluruh populasi muslim di dunia.

Dengan begitu, kebutuhan akan konsumsi dan pemakaian produk halal akan sangat besar potensinya. Ini beririsan dengan preferensi muslim terhadap produk halal yang makin baik sebagai bentuk kepatuhan dalam melaksanakan syariat agama.

Secara sosio-kultural, lanjut Mastuki, di masyarakat tumbuh kreativitas dalam menghasilkan aneka produk halal seperti kuliner unggulan dan khas daerah atau produk estetik. Sisi lain muncul tren gaya hidup halal atau halal life style yang mereferensi kepada produk halal.

Mastuki menambahkan, dari sisi industri, data menunjukkan bahwa jumlah pelaku UMK Indonesia mencapai 62juta. Ini potensi sangat besar dan diupayakan terus tumbuh naik kelas dan sebagiannya telah berorientasi ekspor.

"Selain pasar dalam negeri yang besar, saat ini pemerintah bersama stakeholders halal mengembangkan Kawasan Industri Halal (KIH), pariwisata halal, serta research and development di bidang halal, membangun sinergi industri besar dan menengah dengan UMK, dan berbagai program lainnya," terang mantan Juru Bicara Kemenag itu.

Ditambah lagi, tambah Mastuki, dengan regulasi jaminan produk halal yang sudah tersedia. Pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah menunjukkan gejala peningkatan. Dukungan pemerintah mulai dari Presiden, Wakil Presiden, DPR, dan stakeholder halal juga sangat tinggi bagi pengembangan industri halal.

Sementara, dari aspek ekonomi, Mastuki mengatakan, modal industri halal Indonesia juga besar. Ini ditandai dengan tumbuhnya market share perbankan syariah dan pertumbuhan keuangan syariah. Sektor ini makin menguat dengan tumbuhnya kebutuhan produk secara domestik dan internasional yang mensyaratkan sertifikat halal produk.

Menurut Mastuki, kerja sama bilateral dan multilateral termasuk peran aktif Indonesia di WTO, IMT-GT, SMIIC dan sebagainya, membuka potensi ekspor Indonesia yang luas. Ini juga didukung oleh meningkatnya kebutuhan produk halal dunia. Berbagai event internasional juga membantu memperkenalkan produk halal Indonesia kepada dunia.

"Saat ini ekosistem halal belum terbangun maksimal. Modal halal yang banyak itu perlu dioptimalkan. Karena itu sinergi semua pemangku kepentingan halal perlu digalakkan untuk merealisasikan Indonesia sebagai produsen halal dunia," kata Mastuki yang juga sebagai Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH.

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Miftachul Akhyar, yang hadir sebagai narasumber di acara tersebut menyampaikan, Indonesia harus siap menjadi produsen produk halal dunia karena punya banyak potensi dan peluang dalam industri halal. Terlebih, menyediakan produk halal bagi masyarakat adalah salah satu bentuk kemaslahatan yang dilakukan dalam rangka memakmurkan kehidupan manusia.

"Sudah sangat jelas bahwa manusia mendapatkan tugas yang mulia, memakmurkan bumi dengan segala persoalan yang ada. (Untuk itu), apa sebetulnya alat atau kebutuhan dalam rangka memakmurkan bumi ini? Halal di antaranya," ujarnya.

Kiai kharismatik asal Jawa Timur itu juga menekankan pentingnya mengonsumsi segala sesuatu yang halal dan thayyib dalam menjaga kelangsungan hidup sehari-hari, dengan menukil beberapa ayat Alquran dan sejumlah hadits. 

Di antaranya surat Al Baqarah ayat 172 yang bermakna, "Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya."

Kiai Miftachul mengingatkan, setiap daging yang tumbuh dari zat yang haram maka nerakalah yang lebih patut baginya. Sedangkan rejeki yang halal, sebagian menjadi daging dan energi yang dibutuhkan di dalam tubuh kita. Akhirnya daya pikir termasuk ibadah dan doa kita berpotensi untuk diterima Allah.

"Sebaliknya jika makanan haram yang masuk ke dalam tubuh maka akan sulit ibadah dan doa dikabulkan Allah. Allah Dzat yang Thayyib dan cinta kepada hal-hal yang baik pula," tuturnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement