REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Puluhan imigran etnis Rohingya dari Myanmar terdampar di sebuah pulau kecil di Desa Kuala Simpang Ulim, Kecamatan Simpang Ulim, Kabupaten Aceh Timur. M Ilyas, etnis Rohingya, di Aceh Timur, Jumat (4/6), mengatakan dirinya bersama 80 orang rekannya terdampar, Jumat, sekitar pukul 07.00 WIB.
"Sebelumnya, kami ada 90 orang. Namun, dalam perjalanan, sembilan orang, lima di antaranya perempuan dan empat laki-laki, meninggal dunia dalam perjalanan. Kini, kami yang tersisa 81 orang, terdampar di daerah ini," kata M Ilyas dalam bahasa Melayu.
Dengan nada terbata-bata, M Ilyas bercerita bahwa awalnya mereka memulai perjalanan dari Myanmar ke Malaysia. Namun, karena kondisi pandemi COVID-19, negara jiran tersebut menolak kedatangan mereka.
"Lalu, kami terdampar ke laut India. Namun, karena kapal kami bocor dan rusak, lalu nelayan India memberikan kami kapal ini untuk seterusnya melanjutkan perjalanan," kata M Ilyas.
Setelah empat bulan terombang-ambing di laut lepas. Kemudian, kapal mereka kandas karena mesin rusak, sehingga terdampar di pulau kecil di Aceh Timur.
Berdasarkan catatan sementara, 81 imigran etnis Rohingya tersebut, 11 orang di antaranya anak-anak, 49 wanita, serta selebihnya laki-kali. Warga setempat mengetahui adanya imigran etnis Rohingya,berbondong-bondong melihat mereka.
Namun, untuk mencapai lokasi harus menumpang perahu motor mesin dengan jarak sekitar lima menit. Warga setempat yang mendekat tetap mematuhi protokol kesehatan dengan memakai masker dan menjaga jarak untuk menghindari penularan COVID-19.
"Ketika warga bangun sudah tampak ada kapal di pulau itu, juga banyak orang. Setelah kami mendekat, ternyata etnis Rohingya sudah berlabuh ke pulau dan kapalnya kandas sekitar 900 meter dari pulau," kata Kepala Desa Kuala Simpang Ulim Idris.
Idris menyebutkan, setelah kapal mereka tumpangi kandas, puluhan imigran etnis Rohingya tersebut mendarat ke pulau menggunakan dua unit perahu karet secara bergantian. "Kabarnya mereka sudah berhari-hari di laut tanpa makanan, sehingga warga memberikan makanan dan pakaian. Hingga kini, puluhan imigran Rohingya tersebut masih di pulau itu," kata Idris.