Jumat 04 Jun 2021 08:15 WIB

Kejati Kalbar Ciduk DPO Terpidana Kasus Jembatan Ambawang

Chandra Mulana yang buron sejak 2018 terbelit kasus proyek senilai Rp 4,3 miliar.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Kantor Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kejati Kalbar) di Kota Pontianak.
Foto: Dok Kejati Kalbar
Kantor Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kejati Kalbar) di Kota Pontianak.

REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kejati Kalbar) pada Kamis (3/6) malam WIB, menangkap terpidana korupsi pembangunan Jembatan Ambawang atas nama Chandra Mulana yang buron sejak 2018.

"Terpidana ditangkap di sebuah warung kopi di Jalan Merdeka Pontianak oleh Tim Tangkap Buron Kejati Kalbar yang masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak tahun 2018," kata Kepala Kejati (Kajati) Kalbar Masyudi dalam keterangan persnya di Kota Pontianak, Provinsi Kalbar, Kamis.

Terpidana menjadi DPO Kejati Kalbar sejak keputusan Mahkamah Agung (kasasi) Nomor 1970 K/PID.SUS/2017 tanggal 21 Maret 2018, dan selama menjadi DPO terpidana selalu berpindah-pindah tempat. Chandra melakukan korupsi pada pembangunan Jembatan Ambawang atau pembangunan box culvert pada 2009 di satuan kerja nonvertikal pembangunan jalan dan jembatan Provinsi Kalbar dengan nilai kontrak Rp 3,9 miliar.

Selanjutnya berdasarkan amendemen dua pada 9 Oktober 2009 nilai kontrak berubah menjadi Rp 4,3 miliar. Dalam kasus itu, PT Asria Nurlinda Inti Sejahtera selaku pelaksana proyek telah mengalihkan paket pekerjaan kepada Chandra dan Novell Ludvi Yunus, yang sudah dieksekusi oleh Kejari Sanggau pada 9 November 2020.

"Praktik korupsi ini, karena selaku penerima subkontraktor dilakukan oleh DPO Chandra Mulana dan rekannya secara fiktif, tetapi tetap menerima pembayaran, sehingga merugikan negara sebesar Rp 238 juta berdasarkan hasil audit BPKP Perwakilan Kalbar tahun 2013," ujar Masyudi.

Kemudian berdasarkan keputusan MA di tingkat kasasi Nomor 1970 K/PID.SUS/2017 tanggal 21 Maret 2018, keduanya Chandra Mulana dan Novell Ludvi Yunus melanggar Pasal 2 ayat 1, juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan pidana penjara masing-masing empat tahun dan denda Rp 200 juta.

Masyudi berpesan, sebaiknya para DPO atas kasus apapun segera menyerahkan diri. Tujuannya supaya mempunyai kejelasan hukum, sehingga bisa secepatnya berkumpul dengan keluarga usai menjalani masa tahanan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement