REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Agama diminta diminta segera menentukan kebijakan dalam pemberangkatan haji tahun 1442 H/ 2021 M. Pasalnya, sampai hari ini, pemerintah Saudi belum memberikan besaran kuota bagi Indonesia, padahal pada situasi normal, Indonesia adalah negara dengan jumlah jamaah haji terbesar di dunia.
Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, mengatakan jamaah haji sebelum pandemi mencapai 221.000 per tahun. Mengelola jamaah sebanyak itu tidak mudah. Kalaupun diberangkatkan tahun ini, tentu tidak bisa semua. Pasti ada pengurangan kuota. "Nah, kalau ada pengurangan, pasti akan ada masalah teknis untuk memilih siapa di antara para jamaah haji yang akan didahulukan,” papar Saleh dalam siaran pers, Kamis (3/6).
Karena ketidakjelasan persoalan kuota ini, menurutnya, pemerintah akan kesulitan memfasilitasi jamaah haji. Andaikata jadi diberangkatkan, butuh waktu yang tidak sedikit untuk mempersiapkan pemondokan, katering transportasi jamaah, persiapan wukuf dan mabit, dan hal-hal teknis lainnya. Dikhawatirkan, waktu yang tersisa tidak cukup untuk mengurus hal-hal teknis itu.
"Jika memang tidak memungkinkan untuk memberangkatkan haji reguler tahun ini, segera saja diumumkan. Dengan begitu, para calon jamaah haji kita memiliki kepastian. Meskipun mereka berharap untuk tetap pergi, namun dengan kondisi yang ada saat ini, mereka diharapkan dapat memahami,” paparnya.
Kalaupun pemerintah berniat untuk memberangkatkan, menurut Saleh, cukup dibatasi bagi para calon jamaah haji khusus. Jamaah haji khusus diyakini masih tetap bisa diberangkatkan mengingat pelayanan dan pengurusan kebutuhan mereka adalah biro-biro perjalanan yang telah mengantongi izin resmi kementerian agama. Dengan begitu, mereka tetap bisa menjadi duta-duta Indonesia dalam pelaksanaan haji tahun 1442 H ini.
Jika diputuskan untuk tidak memberangkatkan haji tahun ini, Saleh meminta pemerintah merelokasi anggaran penyelenggaraan haji kepada kegiatan dan kebutuhan prioritas. Diketahui bahwa alokasi anggaran penyelenggaraan ibadah haji dari APBN cukup besar. Di luar belanja pegawai dan kebutuhan rutin, ada Rp.250 miliar, di antaranya yang bisa dipergunakan untuk pelaksanaan kegiatan dan kebutuhan mendesak.
Kegiatan dan kebutuhan mendesak di Kementerian Agama, menurut Saleh, cukup banyak. Di antaranya pembayaran tunjangan sertifikat dosen, dukungan guru-guru honorer madrasah, perbaikan kantor KUA, bantuan rehabilitasi madrasah, bantuan pembangunan STAIN, IAIN, UIN, dan kegiatan-kegiatan keumatan lainnya.
Kementerian agama, kata Saleh, dinilai selalu terlambat dalam merespon aspirasi masyarakat dan stake holder-nya. Terbukti, banyak aspirasi yang sudah disuarakan, tetapi tidak direspon dan disahuti secara tuntas.
"Bahkan, aspirasi yang saya terima, ada dosen yang tunjangan sertifikasinya belum dibayar selama 6 bulan terakhir ini. Walau jumlah yang mengadu ke saya sedikit, tetapi saya yakin jumlah mereka sesungguhnya sangat banyak,” ungkap Saleh, yang juga wakil ketua MKD tersebut.