REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom INDEF Didik J Rachbini mengingatkan buncitnya utang Indonesia selama ini. Dia menilai, rencana proyek alat utama sistem persenjataan (alutsista) oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan) sebesar Rp 1.787 triliun malah menambah utang.
Didik menilai, rencana proyek alutsista Kemenhan tak memperhatikan kondisi APBN yang sekarat dengan utang. Dia menyebut, jumlah utang APBN sudah mencapai Rp 6.361 triliun. Bahkan, utang BUMN perbankan dan non perbankan yang pasti akan ditanggung negara jika gagal bayar mencapai sekitar Rp 2.143 triliun.
"Total utang publik sekarang mencapai Rp 8.504 triliun. Saya memperkirakan di akhir periode, pemerintahan ini akan meweariskan lebih dari Rp 10 ribu triliun kepada presiden berikutnya," kata Didik dalam keterangan pers yang diterima Republika pada Rabu (3/6).
Didik menyampaikan, utang yang diputuskan di APBN mencapai Rp 921,5 triliun pada 2019. Keperluan utang tersebut untuk membayar bunga, pokok dan sisanya untuk menambal kebutuhan defisit. Dia mendapati, rencana utang ingin ditekan menjadi Rp 651,1 triliun di 2020 agar wajah APBN kelihatan apik.
"Tetapi, krisis dan pandemi kemudian mengharuskan utang tahun 2020 dinaikkan pesat menjadi Rp 1.226 triliun rupiah," ujar Rektor Universitas Paramadina itu.
Didik mengungkapkan, setiap tahunm kewajiban pembayaran utang pokok dan bunga plus cicilan utang luar negeri pemerintah (tidak termasuk swasta) sudah sangat tinggi dan di luar kewajaran, yakni mencapai Rp 772 triliun pada 2020. Pembayaran utang dari kantong APBN ini ke depan bisa bergerak cepat menuju Rp 1.000 triliun dalam waktu tidak terlalu lama.
"Saya melihat kasihan APBN kita diobrak-abrik oleh penguasa sehingga wajah dan strukturnya rusak berat," ucap Didik.
Sebelumnya, Juru Bicara Menteri Pertahanan RI Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan, proyek pembelian alutsista nantinya tak akan membebani APBN karena dananya bersumber dari pinjaman luar negeri. Apalagi, dia menyebut, proses pembelian alutsista itu masih dalam pembahasan.