Rabu 02 Jun 2021 22:09 WIB

Akankah Utang Alutsista Bebani APBN? Pengamat Beda Pendapat

Kemenhan diminta bijak dalam rencana pengadaan alutsista dengan skema utang.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Prajurit Batalyon Intai Amfibi (YonTaifib) 2 Korps Marinir memandu heli Bell 412/HU-4206 milik Skuadron 400 Wing Udara 2 Puspenerbal saat latihan fastrope dan stabo di Pusat Latihan Pertepuran (Puslatpur) Korps Marinir 5 Baluran, Karangtekok, Situbondo, Jawa Timur, Rabu (2/6/2021). Latihan tersebut merupakan bagian dari Latihan Satuan Dasar (LSD) II TW.II Aspek Darat TA. 2021 yang bertujuan untuk memelihara serta meningkatkan kemampuan dan profesionalisme prajurit Yontaifib 2 Marinir guna melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai pasukan khusus TNI AL.
Foto: ANTARA/Serma Mar Kuwadi
Prajurit Batalyon Intai Amfibi (YonTaifib) 2 Korps Marinir memandu heli Bell 412/HU-4206 milik Skuadron 400 Wing Udara 2 Puspenerbal saat latihan fastrope dan stabo di Pusat Latihan Pertepuran (Puslatpur) Korps Marinir 5 Baluran, Karangtekok, Situbondo, Jawa Timur, Rabu (2/6/2021). Latihan tersebut merupakan bagian dari Latihan Satuan Dasar (LSD) II TW.II Aspek Darat TA. 2021 yang bertujuan untuk memelihara serta meningkatkan kemampuan dan profesionalisme prajurit Yontaifib 2 Marinir guna melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai pasukan khusus TNI AL.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menanggapi wajar wacana pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) dengan cara mengutang senilai Rp 1.787 triliun. Menurutnya, pemerintah bisa saja mengutang sebanyak itu tanpa membebani APBN.

Khairul memaparkan, PDB Indonesia tahun 2020 sebesar Rp 15.434,2 triliun. Apabila diasumsikan PDB Indonesia setiap tahun di angka yang sama dalam 25 tahun ke depan, rencana alokasi Rp 1.750 triliun dari pinjaman luar negeri itu menempati porsi di kisaran 0,45 persen PDB.

Baca Juga

Kemudian, Khairul menjelaskan alokasi anggaran pertahanan sebesar rata-rata 0,78 persen PDB per tahun. Sehingga, anggaran pertahanan akan mencapai 1,23 persen PDB yang mendekati target anggaran pertahanan 1,5 persen PDB per tahun.

"Artinya, jika rancangan itu disetujui Presiden, Indonesia mestinya akan mampu mengejar target belanja pertahanan maksimal 1,5 persen dari PDB per tahun," kata Khairul kepada Republika, Rabu (2/6).

Walau demikian, Khairul meminta pemerintah atau Kementerian Pertahanan (Kemenhan) bijak dengan rencana mengutang alutsista ini. Ia menyarankan Kemenhan menyerap aspirasi TNI di lapangan. Dengan demikian akan didapat rencana pembelian alutsista sesuai kebutuhan.

"Tapi untuk menentukan ini adalah angka yang berlebihan atau tidak, tentu kita harus mempelajari rencana kebutuhannya dulu," ujar Khairul.

Berbeda dengan Khairul, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal meragukan urgensi Kemenhan yang ingin berutang Rp 1.787 triliun demi membeli alutsista. Menurutnya, pemerintah sudah terbebani dengan anggaran penanganan Covid-19.

Faisal meminta Kemenhan mempertimbangkan matang-matang secara berhutang ini. Sebab, ia khawatir utang ini akan membebani negara.

"Yang belum dijelaskan oleh pemerintah adalah seberapa besar urgensinya pengadaan alutsista ini dalam kondisi APBN saat ini sudah sangat terbebani oleh pembiayaan untuk pemulihan ekonomi. Jadi masalahnya timingnya tepat atau tidak? Harus sekarang kah?" kata Faisal kepada Republika, Rabu (2/6).

Faisal mengkritisi argumentasi Kemenhan yang beranggapan hutang alutsista tak membebani APBN.

"Urgensinya sejauh mana? Bukan dibandingkan dengan target anggaran," lanjut Faisal.

Faisal menyatakan, argumentasi apapun tak bisa membenarkan dalih hutang luar negeri tak akan membebani APBN. Sebab hutang itu nantinya dibayarkan oleh negara.

"Kalau dikatakan tidak membebani APBN ya jelas keliru, karena pinjaman luar negeri kan tetap harus dibayar, dan membayarnya pakai dana APBN, bukan dari kantong pribadi," ujar Faisal.

Faisal mengingatkan pemerintah tak langsung menyetujui rencana ngutang oleh Kemenhan. Pasalnya, pemerintah telah kesulitan mengatur anggaran penanganan Covid-19 beserta dampak yang ditimbulkannya.

"Apalagi dalam konteks saat ini utang negara untuk PEN saja sudah membengkak. Apalagi sumbernya dari utang luar negeri, tetap akan meningkatkan kerentanan ekonomi," tutup Faisal.

Menteri Pertahanan (Menhan), Prabowo Subianto mengungkapkan hasil rapatnya dengan Komisi I DPR, Rabu (2/6). Prabowo mengakui dalam rapat tersebut dirinya diminta menjelaskan tentang rencana pemenuhan kebutuhan alutsista.

Prabowo mengatakan, Kemenhan bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), masih menggodok rencana tersebut. Prabowo menganggap kebutuhan pengadaan alutsista saat ini dinilai mendesak.

"Sebagaimana diketahui banyak alutsista kita sudah tua, sudah saatnya memang mendesak harus diganti, kebutuhan-kebutuhan sangat penting dan kita siap menghadapi dinamika lingkungan strategis yang berkembang dengan sangat pesat," ucapnya.

Ketua umum Partai Gerindra itu tak bicara banyak saat ditanya soal rencana pengadaan alutsista melalui skema pinjaman luar negeri. "Ini sedang digodok, sedang direncanakan," imbuhnya.

Dalam rancangan Perpres Alpalhankam yang beredar, disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) disebutkan menteri menyusun perencanaan kebutuhan (Renbut) Alpalhankam Kemhan dan TNI untuk 5 (lima) Renstra Tahun 2020-2044 yang pelaksanaannya akan dimulai pada Renstra 2020-2024 dan membutuhkan Renstra Jamak dalam pembiayaan dan pengadaannya.

Dalam Pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa renbut Alpalhankam Kemhan/TNI seperti yang diatur dalam Pasal 2 ayat 1 sejumlah 124.995.000.000 dolar AS.Rincian dari anggaran tersebut dijelaskan dalam Pasal 3 ayat 2 yaitu:a. Untuk akuisisi Alpalhankam sebesar 79.099.625.314 dolar ASb. Untuk pembayaran bunga tetap selama 5 Renstra sebesar 13.390.000.000 dolar ASc. Untuk dana kontijensi serta pemeliharaan dan perawatan Alpalhankam sebesar 32.505.274.686 dolar AS.

Pasal 3 ayat 3 dijelaskan bahwa dari kebutuhan anggaran senilai 124.995.000.000 dolar AS, telah teralokasi sejumlah 20.747.882.720 dolar AS pada Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah Khusus Tahun 2020-2024.Pasal 3 ayat 4 dijelaskan selisih dari Renbut sejumlah 104.247.117.280 dolar AS yang akan dipenuhi pada Renstra Tahun 2020-2024.

 

photo
Kunker Prabowo ke luar negeri. - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement