Rabu 02 Jun 2021 23:49 WIB

Puluhan Pegawai KPK Ajukan Uji Materi Terkait TWK ke MK

Gugatan uji materi didaftarkan dengan membawa 28 bukti untuk disampaikan ke MK.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus Yulianto
Penampakan gedung KPK dari seberang Jl Kuningan, Jakarta, Senin (31/5). Tahta Aidilla/ Republika
Foto: Tahta Aidilla/ Republika
Penampakan gedung KPK dari seberang Jl Kuningan, Jakarta, Senin (31/5). Tahta Aidilla/ Republika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puluhan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK. Mereka menekankan pada pasal terkait peralihan status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

"JR, pasalnya ada 69 B dan Pasal 69 C. Jadi pada hari ini kami mendaftarkan JR ke MK," kata salah satu dari perwakilan 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan, Hotman Tambunan di Gedung MK, Jakarta pada Rabu (2/6).

Dia meminta, MK untuk menguji pasal 69D ayat 1 dan 69 C terhadap UUD Pasal 1 kemudian pasal 28 D ayat 1, 2, dan 3. Hotman mengatakan, pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai KPK bertentangan dengan pasal 1, pasal 28 ayat 1, 2, 3 UUD 1945.

Hotman yang mewakili 75 pegawai berstatus tidak memenuhi syarat (TMS) itu mengatakan, puluhan pegawai TMS itu juga akan menguji pengertian tidak merugikan dalam alih tugas ini sesuai putusan MK nomor 70. Dia mengungkapkan, saat ini, pihaknya baru mendaftarkan gugatan uji materi dengan membawa 28 bukti untuk disampaikan ke MK.

"Sehingga kesimpangsiuran di publik kami bawa ke sidang MK sehingga terbuka semua bagaimana proses ukur, bagaimana cara mengukurnya dan hasil ukurnya," katanya.

Dia mengatakan, uji materi dilakukan menyusul MK sebagai penjaga dan penafsir akhir konstitusi. Terlebih, sambung dia, MK juga sudah mengeluarkan putusan terkait bagaimana seharusnya pengalihtugasan pegawai KPK menjadi ASN.

Menurutnya, Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dan pimpinan KPK mengabaikan putusan MK dengan menafsirkan sendiri proses alih status kepegawaian tersebut. Dia menegaskan bahwa para hakim MK adalah negarawan yang memahami konsep dan filosofi dasar wawasan kebangsaan.

"Kami melihat BKN semacam memonopoli pengertian itu dengan menggunakan alat ukur TWK. Nah, apakah alat ukur valid dan sebagainya, nanti coba kita lihat, kita buka di sidang MK," katanya.

Seperti diketahui, TWK yang diikuti 1.351 pegawai KPK itu sukses menyingkirkan 75 pegawai berintegritas semisal penyidik senior, Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono dan Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid. Mereka dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan tes tersebut.

Pada akhirnya, sebanyak 1271 pegawai KPK tetap dilantik sebagai ASN pada Selasa (1/6) lalu. Pelantikan dilakukan di tengah desakan dari pegawai lembaga anti rasuah tersebut untuk penunda peresmian alih status pegawai yang dimaksud.

Lebih dari 600 pegawai berstatus MS meminta pelantikan dilakukan hingga ada penyelesaian atas polemik 75 pegawai TMS. Sebagian besar pegawai MS itu menilai bahwa pemberhentian 75 pegawai tersebut bertentangan dengan keputusan MK dan perintah Presiden Joko Widodo.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement