REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menyayangkan kasus penjualan vaksin Covid-19. Ia menilai kasus itu terjadi karena masyarakat kian resah tak mendapat jatah vaksin.
Dicky mengkritisi pernyataan Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemkes) Siti Nadia Tarmizi yang menganggap kasus jual beli vaksin Covid-19 memberikan gambaran antusiasme warga terhadap pelaksanaan vaksinasi. Menurut Dicky, kasus ini mencerminkan keresahan masyarakat karena tak punya kepastian kapan mendapat vaksin.
"Ini bukan dipandang antusiasme warga, tapi lebih kepada ketidakpastian kapan, dimana dan bagaimana mereka akan divaksin. Ini lebih menggambarkan itu," kata Dicky kepada republika.co.id, Senin (24/5).
Dicky menyebut antusiasme baru bisa terlihat dengan meninjau data vaksinasi secara keseluruhan. "Kalau antusiasme warga divaksin itu akan terlihat dari gambaran total vaksinasi," lanjut Dicky.
Dicky menilai keresahan masyarakat terkait vaksinasi di daerah wajar muncul. Kondisi ini menurutnya didasari informasi yang disampaikan kepada publik cenderung tak lengkap.
"Ini lebih cenderung pada aspek kapan, dimana dan bagaimana ini yang belum jelas disampaikan kepada publik, setidaknya begini di daerah hingga buat kepanikan takut enggak kebagian. Ini dimanfaatkan oknum di luar sistem yang juga kecolongan," ujar Dicky.
Oleh karena itu, Dicky mengingatkan pemerintah daerah supaya memperbaiki pola komunikasi kepada publik. Tujuannya agar menurunkan keresahan masyarakat dalam memperoleh vaksin.
"Informasi sampaikan ke publik di suatu daerah ada berapa vaksin, mana prioritasnya, kapan orang akan dapat, vaksin jenis apa yang tersedia, laporkan jg KIPI-nya. Harus diatur sehingga masyarakat tenang," ucap Dicky.
Sebelumnya, Kepolisian Daerah Sumatera Utara menangkap sejumlah oknum aparatur sipil negara (ASN) terkait dugaan penjualan vaksin Covid-19 ilegal. Oknum ASN terkait penjualan vaksin ilegal tersebut bertugas di Dinas Kesehatan Sumut dan salah satu lembaga permasyarakatan (Lapas) di Sumut.
Para peserta vaksinasi ilegal diminta untuk membayar Rp 250 ribu. Vaksin Covid-19 itu diberikan kepada 1.085 orang dalam 15 kali kegiatan vaksinasi ilegal yang dilakukan di Medan hingga Jakarta. Vaksinasi ilegal ini diketahui telah berlangsung sejak April 2021.