REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala BMKG Dwikorita Karnawati memaparkan, pihaknya memutakhirkan data gempa Blitar menjadi M 5,9 dari info awal 6,2 magnitudo. Menurutnya, gempa tersebut merupakan gempa menengah, karena terjadi diakibatkan adanya subduksi lempeng Indo-Australia.
"Itu menunjang di bawah lempeng Eurasia. Hasil analisis BMKG gempa itu memiliki mekanisme sesar naik kombinasi geser," kata dia saat menggelar konferensi pers dari Surabaya, Jumat (21/5).
Dia melanjutkan, secara khusus, di Blitar, intensitas gempa dirasakan dengan 5 MMI. Artinya, gempa itu dirasakan hampir semua orang di wilayah tersebut.
"Warga kaget dan terbangun, kaca pecah, barang-barang terbanting, tiang-tiang dan barang besar tampak bergoyang," katanya.
Lebih jauh, di wilayah Karangkates, Sawahan, Malang, Nganjuk, gempa juga dirasakan dengan intensitas 4 MMI. Nilai itu, membuat gempa bisa dirasakan oleh banyak orang di dalam rumah di wilayah yang dimaksud.
Sementara di Madiun, Banyuwangi, Mataram, Ponorogo, Trenggalek, Pacitan, Sleman, Kulonprogo, Kuta, Denpasar, Gianyar, Lombok Barat hingga Gianyar dan Jembrana, gempa terasa dengan intensitas 3 MMI. "Artinya, getaran dinyatakan rata di dalam rumah," ungkap Dwikorita.
Sebelumnya, dalam rilis awal BMKG, gempa bumi magnitudo 6,2 SR disebutnya terjadi pada 21 Mei pukul 19.09.23 WIB. Gempa itu terjadi, dengan episenter pada koordinat 8.63 Lintang Selatan (LS) dan 112.34 Bujur Timur (BT) atau 57 km Tenggara Kabupaten Blitar, Jawa Timur, dengan kedalaman 110 km. Sontak, getaran tersebut mengagetkan sebagian warga Bantul.