Jumat 21 May 2021 15:59 WIB

Memahami Munculnya Varian Baru Covid-19

Vaksinasi cegah meluasnya infeksi Covid-19 yang bisa cetus munculnya varian baru.

Seorang penjual makanan berjalan melewati mural bertema coronavirus di Jakarta. Virus bisa bermutasi sepanjang waktu, termasuk Covid-19 yang sudah menghasilkan beragam varian yang lebih berbahaya.
Foto:

Indonesia terus berupaya mengejar capaian vaksinasi warganya dengan tujuan, salah satunya, untuk melindungi dari angka kenaikan kasus dan mencegah terciptanya mutasi virus corona. Hingga 20 Mei 2021, sudah 40.349.049 orang target sasaran mendapatkan vaksin, dengan penerima dosis vaksin pertama sebanyak 14.369.233 orang dan tambahan penerima vaksin harian sekitar 269.479 orang.

Sedangkan untuk yang dosis kedua kisarannya meningkat menjadi sekitar 9.536.000 orang. "Jadi, sejak 13 Januari hingga kini sudah 23,9 juta suntikan yang diberikan," kata Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Tingkat Pusat & Duta Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), dr Reisa Broto Asmoro.

Vaksinasi menjadi salah satu langkah mencapai herd immunity atau kekebalan kelompok yang pada akhirnya memutus rantai penularan virus. Apabila populasi ingin terlindungi dari satu penyakit tertentu maka ambang capaian imunisasi harus tercapai.

Kondisi ini bisa tercapai apabila vaksinasi dilakukan secara masif dalam waktu relatif singkat. "Vaksin nantinya diberikan untuk menciptakan antibodi. Vaksin tidak harus sakit dulu sudah ada antibodinya. Dia bisa membantu tidak menyebarkan dan memutus rantai penularan," kata Reisa.

Orang yang sudah divaksin lengkap mendapatkan perlindungan tiga kali lebih besar dibandingkan mereka yang tidak divaksin. Kalaupun dia sampai terinfeksi, biasanya tidak akan sampai ke tahap berat.

Dia menambahkan, vaksin-vaksin yang masuk ke Indonesia sudah lulus uji klinis, direkomendasikan para ahli, sesuai standar keamanan, mutu dan khasiat. "Banyak merk untuk Covid-19 tetapi tidak usah pilih-pilih, semua vaksin sama fungsinya, tujuannya menimbulkan antibodi."

Indonesia akan segera memasuki vaksinasi gelombang ketiga. Salah satu sasaran vaksinasi gelombang ketiga adalah kelompok Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), penyandang disabilitas, dan tinggal di wilayah rentan terhadap penyebaran Covid-19 kawasan DKI Jakarta. Orang yang tinggal di permukiman padat juga menjadi bagian dari sasaran vaksinasi gelombang ini.

Nantinya, dinas kesehatan memberikan vaksin berkoordinasi dengan kelurahan setempat, dinas sosial (khusus untuk penyandang disabilitas), dan rumah sakit (untuk ODGJ). "Harus memenuhi persyaratan, di DKI jakarta harus tinggal di wilayah rentan, rawan terhadap penyebaran Covid-19, tinggal permukiman padat, ODGJ dan penyandang disabilitas," ujar dia dalam diskusi terbatas via daring terkait vaksinasi Covid-19, Jumat (21/5).

Selanjutnya, calon penerima vaksin juga harus lulus penapisan kesehatan awal mencakup tekanan darah (di bawah 180/110 mmHg), suhu normal yakni di bawah 37,5 derajat Celcius, bagi yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid harus memastikan penyakitnya terkendali atau mengantongi surat rekomendasi dari dokter yang memeriksanya.

Sementara itu terkait dengan kematian akibat vaksinasi, Komisi Nasional (Komnas) Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) memang mengonfirmasi sebanyak 27 kasus orang yang meninggal dunia pascasuntikan vaksin Covid-19 Sinovac. Kendati demikian, Komnas KIPI menegaskan kematian 27 orang tidaklah berhubungan dengan imunisasi Sinovac.

"Tidak ada seorang pun dari 27 kasus yang meninggal dunia disebabkan oleh vaksinasi (Sinovac).  Setelah dilakukan causality assessment, penyebabnya adalah penyakit jantung, stroke, kelainan ginjal akut, diabetes mellitus (DM), hingga tekanan darah tinggi (hipertensi)," ujar Ketua Komisi Nasional KIPI Hindra Irawan Satari saat dihubungi Republika, Jumat (21/5).

Ia menambahkan, hasil investigasi yang menyatakan bahwa kematian puluhan orang itu tidak terkait vaksin telah dibuktikan melalui serangkaian pemeriksaan laboratorium. Mulai dari ronsen, pemeriksaan darah hingga CT Scan.

"Jadi yang meninggal 27 itu semua ada diagnosisnya," katanya.

Mengenai usia 27 orang yang wafat tersebut, Hindra mengaku bermacam-macam namun dirinya tak hapal persis. Ia mengaku harus melihat datanya.  

Terkait 27 orang ini tidak dapat ditolong usai divaksin karena lemahnya deteksi dini, ia membantahnya. Menurutnya, persoalannya bukanlah akibat gagal skrining. Ia juga menolak asumsi jika 27 orang ini tidak jujur melaporkan penyakit penyerta (komorbid).

"Meski jujur, serangan jantung, stroke dan lain-lain dapat datang kapan saja tanpa memberitahu lebih dahulu. Bahkan, orang sedang memberi ceramah agama saja bisa meninggal dunia tiba-tiba," ujarnya.

Karena 27 kasus terbukti tidak terkait dengan Vaksin Sinovac, pihaknya merekomendasikan imunisasi Covid-19 bisa dilanjutkan. "Vaksinasi Covid-19 bisa diteruskan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement