Kamis 20 May 2021 20:42 WIB

Angka Wafat Naik, Pemerintah Perlu Evaluasi Penanganan Covid

Angka wafat akibat Covid-19 meningkat dari 2,75 menjadi 2,76 persen di bulan Mei

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Warga melintas di dekat makam jenazah pasien Covid-19 di TPU Srengseng Sawah Dua, Jagakarsa, Jakarta. Persentase kematian akibat covid-19 di Indonesia mengalami kenaikan belakangan. Epidemiolog UGM, dr Riris Andono Ahmad menilai, pemerintah perlu mengevaluasi manajemen pengendalian pandemi, terutama terhadap kasus kematian.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Warga melintas di dekat makam jenazah pasien Covid-19 di TPU Srengseng Sawah Dua, Jagakarsa, Jakarta. Persentase kematian akibat covid-19 di Indonesia mengalami kenaikan belakangan. Epidemiolog UGM, dr Riris Andono Ahmad menilai, pemerintah perlu mengevaluasi manajemen pengendalian pandemi, terutama terhadap kasus kematian.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Persentase kematian akibat covid-19 di Indonesia mengalami kenaikan belakangan. Epidemiolog UGM, dr Riris Andono Ahmad menilai, pemerintah perlu mengevaluasi manajemen pengendalian pandemi, terutama terhadap kasus kematian.

"Perlu evaluasi case manajemen, bottle neck-nya ada di mana," kata Doni, Kamis (20/5).

Lewat evaluasi diharap segera diketahui faktor mana saja yang berkontribusi besar terhadap angka kematian akibat covid-19. Selanjutnya, dapat dilakukan perbaikan efektif terhadap faktor penyumbang penyebab kematian akibat covid-19.

Data Satgas Covid-19, pada 15 Mei 2021 angka kematian akibat covid-19 di Tanah Air sebesar 2,76 persen yang meningkat dari Februari 2021 sebesar 2,75 persen. Sementara, persentase kasus angka kematian akibat covid-19 dunia 2,07 persen.

Doni menuturkan, penyebab pasti kematian akibat covid-19 tidak bisa diketahui tanpa ada audit kematian. Banyak faktor yang bisa mempengaruhi, salah satunya terkait akses layanan kesehatan dan bagaimana mengelola kasus secara bermutu.

"Bisa saja, misalnya, terkait akses pasien berat berasal dari sosial ekonomi menengah ke bawah dan akses mendapat layanan kesehatan lebih sulit, sehingga sampai layanan kesehatan lambat jadi kemungkinan terjadi kematian sangat besar," ujar Doni.

Selain itu, terkait sistem rujukan. Meskipun telah ada rujukan, sistemnya belum dikondisikan ke situasi pandemi yang butuh kecepatan penanganan. Sebab, tidak ada sistem rujukan cepat menjadikan layanan pasien berat berjalan lambat.

"Sehingga, memperbesar kemungkinan terjadinya kematian. Lalu faktor lain adanya varian baru yang dikabarkan memiliki tingkat penularan lebih tinggi. Namun, ini semua hipotetikal, mana yang memengaruhi riil di lapangan belum diketahui pasti ," kata Doni.

Untuk menekan angka kematian, ia menilai, tidak cukup hanya dilakukan oleh pemerintah dengan mengevaluasi manajemen kasus. Namun, masyarakat juga diharapkan dapat mengambil bagian disiplin menjalankan prokes mematuhi 5M.

"Masyarakat harus tetap jalankan prokes, 5M, yang menjadi senjata unggulan untuk mencegah covid-19," ujar Doni. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement