REPUBLIKA.CO.ID, Widi (12) dan tiga temannya berlarian di antara puing-puing dan arang di Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis (13/5). Matahari tepat di atas kepala. Keringat mereka bercucuran.
Gadis-gadis kecil itu hendak pergi bermain ke posko bantuan pengungsi. Itu cara mereka menghalau kesedihan Lebaran tahun ini. Mereka merupakan satu diantara 1.449 pengungsi kebakaran Penjaringan. Tercatat, setidaknya ada empat ratus rumah dilalap api di lahan seluas 6.000 meter tersebut pada akhir pekan lalu.
Ketika Republika.co.id menghampiri, mereka tak bisa menyembunyikan rasa duka. "Sedih rasanya. Lebaran tapi nggak ada rumah. Baju kebakar semua, termasuk baju yang udah dibeli buat Lebaran," kata Widi.
Widi bercerita, kebakaran membuatnya menderita. Dia bahkan tak bisa tidur malam karena banyak nyamuk lantaran tidur di bawah tenda.
Jika harus memilih antara kebanjiran dan kebakaran, Widi mengaku lebih berkenan dengan opsi pertama. Menurut pengakuan warga setempat, kawasan itu biasanya dilanda banjir setinggi dada tiap lima tahun sekali.
"Masih mending kebanjiran dari pada kebakaran. Kalau kebanjiran kita masih bisa Lebaran. Kalau sekarang ya nggak bisa, rumah udah nggak ada. Panas sekali," kata Widi.
Kini Widi berharap bisa punya rumah lagi. Harapan serupa disampaikan setiap warga terdampak yang ditemui Republika di sana. Bantuan bahan bangunan mereka nanti untuk membangun kembali.