Senin 10 May 2021 17:04 WIB

MMI Luncurkan Buku Sejarah Musik di Kota Malang

Kota Malang tercatat memiliki keunggulan pada seni musiknya

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Hiru Muhammad
Museum Musik Indonesia (MMI) meluncurkan buku Empat Dekade Sejarah Musik Kota Malang di Balai Kota Malang, Senin (10/5).
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Museum Musik Indonesia (MMI) meluncurkan buku Empat Dekade Sejarah Musik Kota Malang di Balai Kota Malang, Senin (10/5).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG --Museum Musik Indonesia (MMI) telah menyelesaikan buku Empat Dekade Sejarah Musik Kota Malang. Buku yang ditulis oleh Arief Wibisono ini diluncurkan di Balai Kota Malang, Senin (10/5).

Ketua MMI, Hengki Herwanto menjelaskan, Kota Malang tercatat memiliki keunggulan pada seni musiknya. Hal ini yang menyebabkan Kota Malang dijuluki sebagai barometer musik di Indonesia pada masa lampau. "Jadi sebuah kebanggaan bagi kami bisa mendukung dan bekerja sama dengan penerbit dan penulis," kata Hengki di Gazebo Balai Kota Malang.

Peluncuran buku sebenarnya berangkat dari pemikiran tentang pentingnya mendokumentasikan seni musik sebagai bagian dari sejarah Kota Malang. Era 1960an merupakan masa awal berkembangnya band-band di Kota Malang. Pengaruh band legendaris, The Beatles dan juga grup-grup barat lainnya sangat besar.

Band-band di Malang saat itu lebih banyak tampil di panggung daripada di studio rekaman. Mereka menyanyikan lagu-lagu barat yang sedang digemari masyarakat. Dari Malang di era 60-70an setidaknya muncul penyanyi-penyanyi seperti Maya Sopha, Marini, Mira Tania, Laily Dimjathie dan Mira Soesman. 

Hengki berpendapat pengaruh radio siaran yang saat itu dikenal dengan nama 'radio amatir' tak bisa disepelekan. Hal ini ternyata bisa membentuk selera masyarakat dalam mengapresiasi musik. 

Beberapa radio tercatat telah berusaha tampil di depan dengan memperkenalkan lagu-lagu baru. Karya-karya ini mereka peroleh dari luar negeri dalam bentuk piringan hitam. "Masyarakat menengah ke bawah tak sanggup membeli piringan hitam sehingga mereka cukup puas mendengarkan dari radio favoritnya," katanya.

Menurut Hengki, musik Malang lebih dikenal dengan aroma rock. Di sisi lain, dia tak menampik, aliran musik pop sudah berkembang saat itu. Namun keberadaan jenis musik ini belum terekspos media dengan baik. 

Peluncuran buku Empat Dekade Sejarah Musik Kota Malang juga sesuai dengan visi dari MMI. Yakni, menjadi pusat dokumentasi karya seni musik yang berada di Indonesia. Sebab itu, dia berencana, bisa mendokumentasikan musik-musik tradisional karya musisi Kota Malang di masa depan.

Selain itu, MMI juga akan membuat database daftar seniman musik yang berada di Kota Malang. Hal ini karena Kota Malang banyak memiliki musisi berprestasi, baik di lokal, nasional maupun internasional. 

"Mungkin kita laporkan juga, di lobi Balai Kota kemarin, April kemarin. Kita di Hari Kartini mendisplay delapan musisi wanita yang kami nilai memiliki prestasi dalam mengharumkan Kota Malang khususnya di seni musik," jelasnya.

Hengki berharap upaya yang dilakukan dalam mendokumentasikan kegiatan musik bisa memberikan manfaat. Hal ini terutama untuk kemajuan kebudayaan di Kota Malang.

Sementara itu, Wali Kota Malang, Sutiaji memberikan apresiasinya atas peluncuran buku Empat Dekade Sejarah Musik Kota Malang. Ia berharap buku ini bisa menjadi khazanah baru dalam sejarah permusikan. "Mudah-mudahan bisa masuk perpustakaan. Anak-anak kita jadi semangat (bermusik) bahwa Malang dulu pernah jadi jaya (musiknya) sampai sekarang," ucap dia.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement