REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengungkapkan lonjakan Covid-19 yang terjadi di India mungkin bisa dialami Indonesia. Ia mewanti-wanti pemerintah mengambil segala langkah diperlukan guna mencegahnya.
Dicky menyampaikan adanya potensi Indonesia mengalami ledakan kasus seperti India. Hal ini didasari sejumlah faktor mencuat selama beberapa pekan terakhir di Tanah Air.
"Karena beberapa kondisi yang dimiliki Indonesia seperti kasus Covid-19 yang mayoritas tidak terdeteksi berarti banyak terjadi di bawah permukaan atau silent outbreak. Ini tidak akan lama. Ada titik jenuh buat potensi ledakan seperti di India," kata Dicky kepada Republika, Ahad (9/5).
Dicky mengimbau masyarakat agar tak menurunkan kewaspadaan usai memperoleh vaksin. Ia khawatir mereka yang telah divaksin malah kembali beraktivitas dan berperilaku seperti saat sebelum adanya Covid-19.
Dicky mencontohkan India yang sempat sukses dengan vaksinasi malah terjebak dalam lonjakan kasus Covid-19. Salah satunya diduga karena masyarakat India larut dalam kesenangan usai divaksin hingga mengabaikan protokol kesehatan (prokes).
"Masyarakat juga abai karena euforia vaksin, sebagian tidak percaya Covid-19 sehingga meremehkan, hingga aktivitas mudik jalan terus, ini yang bahaya. Inilah yang terjadi di India hingga akhirnya meledak kasusnya," ujar Dicky.
Selain itu, Dicky menyayangkan pemerintah yang terkesan lambat memutuskan pelarangan mudik. Ia menyebut mestinya larangan itu sudah diputuskan sejak awal tahun ini.
"Kebijakan pemerintah juga tidak bersinergi, timing-nya tidak tepat harusnya sejak awal tahun. Ketegasan itu harus konsisten," ucap Dicky.
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan adanya kenaikan kasus Covid-19 secara global dalam kurun waktu satu minggu sejak 25 April hingga 2 Mei 2021 jika dibandingkan dengan jumlah kasus pada enam bulan pertama pandemi. Kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, mengalami lonjakan kasus baru tertinggi hingga 19 persen.
"Dari laporan mingguan WHO minggu lalu sampai 2 Mei disebutkan bahwa jumlah kasus global dalam dua minggu melebihi kasus selama enam bulan pertama pandemi. Jumlah yang sangat tinggi, dengan lebih dari 5,7 juta kasus per minggu," ujar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi saat keterangan pers kedatangan vaksin tahap 12.