REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito melaporkan, berdasarkan data terbaru dari Kantor Kesehatan Pelabuhan Kemenkes terdapat 10 negara asal kedatangan dengan kasus positif terbanyak selama periode 28 Desember 2020-3 Mei 2021. Negara itu, yakni Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Turki, Malaysia, Qatar, Mesir, Jepang, Singapura, Kongo, dan Lebanon.
“Sedangkan, lima teratas sumber kasus positif WNA berdasarkan kewarganegaraannya, di antaranya adalah India, UEA, Qatar, Jepang, dan Turki,” ujar Wiku saat konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta.
Wiku mengatakan, penularan virus tak mengenal batas teritorial dan setiap negara akan saling terhubung satu sama lain. Karena itu, salah satu upaya untuk mengendalikan munculnya varian virus baru, terutama pada varian yang mampu meningkatkan kemampuan infeksinya, yakni dengan mengatur mobilitas luar negeri.
Lebih lanjut, WHO pun telah mengklasifikasikan jenis mutasi virus berdasarkan karakteristik yang ditimbulkan akibat mutasi. Yakni, variant of concern ialah varian yang sudah ditetapkan sebagai varian yang mengalami perubahan karakteristik dari karakteristik semula, seperti B117, B1357, B11281, atau P1.
Dan, variant of interest, yakni virus yang mengalami perubahan genetik, tapi karakteristiknya masih belum bisa dipastikan, yaitu varian yang belum disebutkan sebelumnya. Sedangkan, saat ini varian virus jenis B1617 sudah menyebar sangat luas dan terjadi pada hampir seluruh benua di dunia.
“Inilah yang mendasari perlunya adaptasi terhadap berbagai kebijakan mobilitas,.termasuk perjalanan luar negeri,” kata dia.
Wiku menyampaikan, jika mobilitas pelaku perjalanan tidak dikendalikan, akan menyebabkan kenaikan kasus Covid-19 dengan berbagai varian mutasi. Jika semakin banyak mutasi virus yang muncul, bisa menyebabkan dampak buruk terhadap upaya pengendalian Covid-19.
Baca juga : Sejarah Panjang Masjid Biru Soekarno di Rusia
Di antaranya, meningkatkan laju penularan karena perubahan karakteristik virus juga akan mengubah sifat biologisnya. Selain itu, dapat menurunkan efektivitas vaksin karena umumnya vaksin dikembangkan dengan jenis-jenis virus spesifik. Serta berpotensi menurunkan akurasi testing karena lokasi-lokasi mutasi atau hotspot yang berbeda pada setiap varian sehingga dapat menurunkan akurasi pemeriksaan PCR yang memiliki target mutasi yang spesifik.
“Potensi efek negatif ini sedang dipelajari lebih lanjut dan semua temuan hasilnya akan diberitahukan kepada masyarakat,” ucap Wiku.
Karena itu, ia menekankan perlunya pemerintah untuk terus melakukan berbagai intervensi pencegahan guna mengendalikan penularan kasus baru. Selain mengatur mobilitas pelaku perjalanan, pemerintah juga perlu meningkatkan upaya whole genome sequencing dan meningkatkan kualitas serta inovasi pada pelayanan kesehatan.