REPUBLIKA.CO.ID, oleh Eko Widiyatno, Dessy Suciati Saputri, Antara
Beragam klaster penyebaran Covid-19 ditemukan selama beberapa pekan terakhir. Mulai dari klaster perkantoran di Jakarta, hingga memasuki Ramadhan terjadi klaster satu RW akibat munggahan sebelum puasa di Tangerang, yang terbaru adalah klaster tarawih di kalangan jamaah mushola Al Ikhlas di Desa Karangcegak, Kecamatan Sumbang, Banyumas. Belum lagi potensi dari klaster belanja Lebaran.
Sebanyak 33 orang warga diketahui terpapar Covid-19 dari klaster mushola Al Ikhlas, jelas Kepala Dinas Kesehatan Banyumas, Sadiyanto, Rabu (5/5). Dia menyebutkan, klaster ini disebut klaster mushola Al Ikhlas karena seluruh warga yang terpapar merupakan jamaah yang rutin melaksanakan ibadah sholat wajib dan tarwih di mushola tersebut. Selain itu, seluruhnya juga merupakan warga yang tinggal di satu wilayah RT.
Seluruh pasien Covid 19 di Desa Karangcegak ini tidak menunjukkan gejala. Semua warga yang positif Covid 19 kini dikarantina di rumah karantina Baturraden.
Adanya klaster Covid-19 di kalangan jamaah mushola ini, diketahui saat ada seorang jamaah yang mengalami batuk dan demam. Setelah dites hasilnya positif.
Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Agus Dwi Susanto, mengakui sejumlah klaster telah bermunculan. Bahkan sudah ada klaster mudik di Pati, Jawa Tengah pada akhir April 2021. "Melirik perilaku masyarakat dua pekan ke belakang, dengan semakin kentalnya suasana Ramadhan, semakin banyak pula kegiatan kumpul massa seperti buka puasa bersama, berdesak-desakan di pusat perbelanjaan, hingga mudik ke kampung halaman yang sayangnya dilakukan tanpa kepatuhan terhadap protokol kesehatan yang baik," katanya.
Hal ini dikhawatirkan Agus bisa menjadi potensi terjadinya ledakan kasus baru Covid-19, seperti yang sudah terjadi di India. "Jangan sampai tragedi di India terulang di Indonesia, apalagi sudah terdeteksi kasus varian baru di Indonesia. Kita belum mengetahui secara persis sifat varian baru ini, apakah varian tersebut dapat meningkatkan penularan, atau dapat menurunkan efektivitas vaksin atau meningkatkan keparahan manifestasi Covid-19," katanya.
Di bulan Ramadhan ini Agus belum membolehkan masyarakat makan bersama termasuk berbuka puasa dengan rekan-rekan atau orang lain di masa pandemi ini. "Mesti dihindari, mau makan bersama, buka puasa bersama tidak dianjurkan. Saat makan membuka masker, kita tidak tahu satu sama lain, kadang dia (rekan Anda) tanpa gejala (OTG). Di masa pandemi, bukber tidak disarankan. Konsep dasarnya tidak boleh makan bersama karena sudah terbukti menularkan (Covid-19)," ujar dia, dalam webinar bertema "Klaster Perkantoran Meningkat Kembali? Apa yang harus dilakukan?", Rabu (5/5).
Covid-19 menyebar terutama di antara orang-orang yang berada dalam kontak erat berjarak sekitar 2 meter untuk waktu yang lama yakni lebih dari 15 menit. Kemungkinan transmisi pada jarak kurang dari 1 meter sekitar 12,8 persen dan potensi ini turun menjadi 2,6 persen pada jarak lebih dari 1 meter. Studi menunjukkan, orang yang terinfeksi tetapi tidak memiliki gejala kemungkinan juga berperan dalam penyebaran Covid-19.
Agus yang berpraktik di Departemen Pulmonologi FKUI-RS Persahabatan itu mengingatkan saat harus bekerja dari kantor tetaplah menerapkan protokol kesehatan. Apabila berada di kantor saat tiba waktu makan atau berbuka puasa, makanlah di meja sendiri.
Agus menyarankan membawa makanan untuk berbuka sendiri, memakannya di meja sendiri. Ia tidak merekomendasikan menyantapnya di satu ruangan dengan kolega sekantor dan sebisa mungkin santaplah makanan utama di rumah.
Selain itu, untuk meminimalisasi terjadinya klaster perkantoran perlu adanya pengaturan lingkungan sedemikian rupa untuk mengurangi infeksi. Di dalam kantor misalnya, perlu ada kebijakan bekerja dari rumah (WFH) agar lokasi tidak padat (kapasitas orang di kantor sekitar 50 persen), pemeriksaan suhu dan kuesioner soal gejala Covid-19, aturan tidak menyentuh benda-benda di kantor seperti mesin absensi tanpa menempelkan tangan, pengaturan jumlah orang di dalam lift. Hal yang sama berlaku saat menjalankan ibadah tarawih atau bahkan saat berbelanja kebutuhan Lebaran.
"Ruang rapat atau kerja ada batasan, rapat online, tidak makan bersama saat makan siang karena penularan virus termasuk pada tenaga medis salah satunya saat makan, saat orang-orang membuka masker," kata Agus.
Kemudian, untuk mengurangi potensi penularan airborne di dalam ruangan, sebaiknya optimalisasikan ventilasi dalam ruangan dan hindari resirkulasi udara dalam ruangan. Selain itu, gunakan alat tambahan seperti lampu ultraviolet dan air purrifier dengan kemampuan HEPA-filter.
Tak hanya di kantor atau ruangan, Agus juga merekomendasikan adanya aturan pengurangan jumlah orang di dalam fasilitas umum dan pentingnya Anda memperhatikan protokol kesehatan selama berada di transportasi publik. "Saat pandemi ini yang penting bagaimana mencegah penularan, melalui prokes 5M. Penularan langsung melalui droplet berjarak 1-2 meter dari orang yang bersin atau batuk tanpa ditutup, atau tidak langsung misalnya saat menyentuh wajah (mata, hidung dan mulut) tanpa cuci tangan dengan tangan sementara tangan sebelumnya memegang droplet yang tumpah ke permukaan benda-benda," kata pesan Agus.
Ketua Pokja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan melaporkan situasi unit perawatan intensif baik di rumah sakit vertikal maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat ini telah penuh. "Situasi rumah sakit saat ini sebenarnya relatif landai, tapi grafiknya bukan ada di bawah, tapi bukan juga melonjak. Tepatnya ada potensi lonjakan yang berlangsung sejak April," katanya kepada wartawan dalam agenda jumpa pers secara virtual, Rabu (5/5).
Erlina mengatakan situasi pelayanan rumah sakit saat ini mengalami kecenderungan peningkatan pasien Covid-19. Jumlah orang yang dirawat inap berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan dalam sepekan terakhir, kata Erlina, meningkat sebesar 1,28 persen.
Sedangkan peningkatan angka kematian mencapai 20,73 persen. Jika sebelum pandemi masih banyak rumah sakit yang merawat inap pasien bergejala ringan, kata Erlina, namun sekarang hanya pasien yang bergejala sedang dan berat saja yang bisa dirawat inap di rumah sakit.
"Rumah sakit vertikal, rumah sakit BUMN ICU-nya penuh. Artinya, pasien dengan gejala berat itu banyak yang dirawat," katanya.