REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Imam B. Prasodjo menyindir telatnya pemerintah mencegah kerumunan massa di pasar Tanah Abang. Dia menilai, langkah pencegahan sebenarnya bisa disiapkan pemerintah sejak jauh hari.
Imam menyayangkan, pemerintah yang gagal mencegah kerumunan di Pasar Tanah Abang. Padahal, momen belanja baju Lebaran mestinya sudah disadari pemerintah sebagai potensi kerumunan.
"(Pasar) Tanah Abang tidak menata. Regulasi spesifiknya harus disiapkan disitu karena tidak ada penjagaan yang memadai, harus viral dulu baru turun pasukan penjagaan. Ini nggak ada antisipasi," kata Imam kepada Republika, Senin (3/5).
Imam meminta, pemerintah lebih cermat mengkaji potensi kerumunan sejak jauh hari agar bisa diantisipasi. Sebab, ajang beli baju Lebaran merupakan kegiatan tahunan yang mestinya masuk dalam radar pengawasan.
"Itu kerumunan konvensial yang rutin, misalnya Jumatan atau tarawih ada regulasinya, tapi belanja sebagau puncak RAmadhan kok nggak ada regulasinya. Padahal semua orang sudah tahu," ucap Imam.
Imam mewanti-wanti potensi kerumunan yang akan terjadi dalam beberapa bulan mendatang. Ia mengimbau, pemerintah segera menyiapkan langkah pencegahannya.
"Bisa jadi Idul Adha dan 17 Agustus akan terjadi potensi keramaian. Selalu terlambat kalau mencegah," pungkas Imam.
Video yang viral pada Sabtu akhir pekan lalu menunjukkan, pengunjung berjubel saat berbelanja di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Tidak ada penerapan protokol kesehatan (prokes) karena jumlah pengunjung sangat banyak. Sehari berselang atau pada Ahad, aparat gabungan melakukan penertiban untuk mencegah penularan Covid-19. Meski ribuan aparat gabungan dikerahkan, tapi tak semua area pasar bebas kerumunan.