Selasa 04 May 2021 04:29 WIB

Kerumunan Tanah Abang dan Budaya Belanja Baju Lebaran

Jangan sampai kerumunan belanja masakan Lebaran tidak bisa diantisipasi.

Warga berbelanja di Pasar Tanah Abang Blok A, Jakarta Pusat, Ahad (2/5). Pada H-10menjelang Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah kawasan tersebut mulai dipadati warga untuk berbelanja berbagai kebutuhan lebaran, guna mengantisipasi kepadatan petugas mengatur keluar masuk pengunjung. Republika/Thoudy Badai
Foto:

Oleh : Indira Rezkisari, Jurnalis Republika.co.id

Sedang sosiolog dari Universitas Indonesia, Imam Prasodjo, melihat kebiasaan berbaju baru saat Lebaran memiliki makna keagamaan dan kultural bagi orang Indonesia. Imam mengatakan Muslim yang merayakan Lebaran secara falsafah keagamaan dianggap berhasil lolos dalam upaya pembersihan diri selama Ramadhan.

"Dalam situasi ini dirayakan dengan sholat Ied, bermaaf-maafan. Nah dalam situasi perayaan ini sering disimbolkan dengan gunakan pakaian baru sebagai bentuk rebirth atau lahir kembali ke dunia dalam keadaan bersih," kata Imam.

Ia menduga tradisi beli baju Lebaran awalnya dilakukan kelompok masyarakat kurang mampu. Mereka ingin tampil lebih baik setelah mampu membeli baju baru minimal sekali dalam setahun.

Oleh karena itu, Imam menilai tradisi beli baju untuk Lebaran sarat makna keagamaan dan kultural. "Tradisi punya baju Lebaran jadi kebiasaan, jadi tidak cuma fungsi kebutuhan berpakaiannya saja, apalagi buat middle class itu bisa beli baju baru lebih dari sekali tiap tahun," ucap Imam.

Seperti pendapat Imam, saya pribadi melihat Lebaran adalah satu-satunya kesempatan bagi sejumlah masyarakat di Tanah Air memiliki uang lebih karena menerima THR. Sehingga kelebihan tersebut dirasa perlu untuk dibagikan ke anggota keluarga dengan makan enak dan membeli baju baru. Apalagi kondisi tersebut hanya bisa dilakukan setahun sekali.

Satu lagi menurut saya, setahun pandemi masyarakat sudah pasti ada di ambang jenuh. Mereka membutuhkan sesuatu untuk merasa hidup kembali. Setahun juga masyarakat percaya kalau dengan menggunakan masker yang benar dan mencuci tangan, maka Covid-19 bisa dihindari kalau harus keluar rumah.

Kepada Republika, pakar epidemiologi dari Universitas Airlangga, Laura Navika Yamani, mengingatkan, kerumunan dalam bentuk apapun sangat memungkinkan menjadi wahana penyebaran Covid-19. Tapi masyarakat tidak bisa disalahkan sendirian. Karena masyarakat punya kebutuhan, dan penyedia kebutuhan harus bisa berupaya memenuhinya dengan cara seaman mungkin di masa pandemi.

Laura mengatakan, pengelola pasar, pusat perbelanjaan, dan tempat yang berpotensi memicu kerumunan lain harus tegas. Pembatasan harus dilakukan. Tujuannya, tentu untuk memberi jarak bagi pengunjung yang akan berbelanja supaya sesuai dengan aturan prokes.

Sayang memang kalau budaya yang sudah mengakar di masyarakat terlambat diantisipasi oleh pihak pengelola pasar dan pemda setempat. Padahal budaya belanja baju baru hampir pasti terjadi di masyarakat.

Untungnya Indonesia seringkali bisa mengambil pelajaran dari peristiwa yang sudah terjadi. Setelah kerumunan pembelanja di Pasar Tanah Abang terjadi, sejumlah daerah melakukan langkah antisipasi menghindari pengunjung yang melebihi kapasitas terjadi di pusat-pusat perbelanjaan di Tanah Air.

Bersiaplah, nanti mendekati Lebaran, pasar tradisional juga akan dipenuhi masyarakat. Mudik tidak mudik, masyarakat tetap butuh makan enak di Hari Raya. Belanja ke pasar pun harus dilakukan, karena nyatanya banyak juru masak rumah yang merasa lebih sreg belanja langsung ke pasar.

Pemerintah daerah dan pengelola pasar punya tanggung jawab mengatur kondisi pasar agar masyarakat bisa berbelanja dengan aman. Apalagi para pedagang pasar rata-rata sudah divaksin. Indonesia juga membutuhkan perputaran uang masyarakat agar ekonomi kembali bergairah.

Pedagang pasar saya yakin tidak mungkin menolak pembeli. Tapi pasti mereka mau diatur agar pedagang dan pembeli bisa sama-sama bertransaksi dengan aman di masa pandemi.

Jangan sampai Indonesia tidak bisa belajar dari India dan kita harus mengulang kembali gelombang pandemi Covid-19 yang sudah begitu memilukan hati ketika terjadi pada akhir Desember dan awal tahun ini.

Selamat menjalani sisa Ramadhan. Semoga Allah SWT memberi nikmat sehat kepada kita semua.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement