REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Polres Bogor akan mendalami kepemilikan air soft gun dari M (40 tahun), tukang ojek di Desa Gunungmulya, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor yang ditangkap lantaran menodong seorang kurir paket. Terdapat dua pucuk air soft gun yang dimiliki tersangka, yakni air soft gun merk Colt Defender series 90 dan air soft gun merk Glock 19.
Kapolres Bogor, AKBP Harun mengungkapkan, tersangka mendapatkan air soft gun tersebut dari media sosial Facebook. Tersangka membeli air soft gun tersebut untuk berjaga-jaga melindungi diri.
“Kita tanya dari mana, dia (tersangka) bilang beli melalui pembelian online media sosial Facebook. Tersangka yang merupakan seorang ojek, membeli untuk berjaga-jaga mengamankan diri malam-malam,” kata Harun, Senin (3/5).
Namun, Harun mengatakan, pembelian air soft gun tersebut tanpa disertai surat izin maupun surat kepemilikan. Bahkan, salah satu air soft gun yang turut diamankan polisi, diakui tersangka merupakan milik temannya.
Hal tersebut, lanjut Harun, tetap akan didalami oleh polisi. Termasuk toko atau penjual dimana tersangka membeli kedua pucuk air soft gun tersebut.
“Ini hanya alasan atas kepemilikan, tentunya ada cara sendiri. Antara lain, memilikin surat yang sesuai dengan prosedur. Karena tidak sesuai, makanya dikenakan Undang-undang Darurat,” jelas Harun.
Sementara itu, Kasatreskrim Polres Bogor, AKP Handreas Adrian mengatakan, untuk memiliki senjata atau air soft gun, harus disertai dengan keahlian untuk menggunakan senjata tersebut.
Tak hanya itu, lanjutnya, pemilik senjata juga sebaiknya mengikuti pelatihan penggunaan senjata. Sekaligus melakukan tes psikologi.
“Pastinya dia harus punya keahlian untuk menggunakan senjata tersebur. Dan dalam mendapatkan keahlian harus ada berproses, kemudian ada tes psikologinya juga, ada tes pelatihannya juga. Itu harus dipenuhi,” jelasnya.
Berdasarkan keterangan tersangka yang didapatkan Handreas, tersangka baru menembakkan peluru dari air soft gun tersebut ke kaleng. Meski demikan, kepemilikan dan penggunaan dari senjata tersebut harus tetap diawasi.
Secara kasat mata, Handreas menuturkan, orang yang secara psikologis tidak memiliki standar untuk memegang senjata, akan mudah tersulut emosi. Misalnya, ketika ada kericuhan atau sedikit konflik.
“Kalau lebih jelasnya ke psikolog, cuma kalau dari kami secara kasat mata pastinya kalau orang yang psikologinya tidak memiliki standar untuk memegang senjata, dia pasti akan mudaj emosional. Kemudian merasa dengan adanya senjata, bisa berbuat apa saja. Ketika ada kericuhan agau konflik sedikit akan dengan mudah menodongkan senjata,” ucapnya.