REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan pandemi Covid-19 telah berdampak pada ketahanan pangan banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Ma'ruf mengatakan, ketahanan pangan keluarga sebagai tingkatan komunitas terkecil juga tidak lepas dari dampak pandemi Covid-19.
Berdasarkan survey Pusat Penelitian Ekonomi LIPI (P2E LIPI) pada akhir 2020 tentang dampak pandemi Covid-19 terhadap ketahanan pangan keluarga, sebagian besar rumah tangga responden yakni 64 persen berada dalam kategori tahan pangan food secure. Namun, sisanya yakni 36 persen adalah kelompok rentan yang berada dalam kategori rawan pangan.
"Yaitu rawan pangan tanpa kelaparan sebesar 28,84 persen, rawan pangan kelaparan moderat 10,14 persen, dan rawan pangan kelaparan akut 1,95 persen," kata Ma'ruf dalam Seminar Nasional Membangun Ketahanan Pangan Nasional untuk Memajukan Kesejahteraan Bangsa, Senin (3/5).
Wapres mengatakan terhadap kelompok rentan ini, khususnya yang bekerja di sektor informal dan berpendapatan tidak tetap serta kelompok rumah tangga miskin, Pemerintah telah melakukan program jaring pengaman sosial selama masa pandemi Covid-19. Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp230,21 triliun pada 2020, sedangkan di tahun 2021 untuk bidang perlindungan sosial memiliki alokasi Rp110,2 triliun.
Namun, dari survey P2E LIPI tersebut diketahui juga ketidaktahanan pangan dalam keluarga tidak selalu identik dengan kemiskinan, tapi lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan tentang pangan dan gizi, perilaku dan pola konsumsi pangan, serta pilihan diet masing-masing orang.
Wapres pun meminta masyarakat mulai membangun ketahanan pangan sejak dari tingkat keluarga, sebagai kelompok sosial paling kecil dalam masyarakat. Hal ini dibutuhkan di saat bangsa Indonesia sedang menghadapi cobaan Pandemi Covid-19, karena ketahanan pangan dimulai dari keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat.
Apalagi, ketahanan pangan nasional merupakan bagian tidak terpisahkan dari ketahanan ketahanan nasional, dan menjadi faktor penting pula dalam upaya kita untuk membangun kesejahteraan nasional.
"Jika suatu negara tidak dapat menyediakan pangan yang cukup bagi rakyatnya, maka dapat mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi dan menimbulkan gejolak sosial dan politik. Kondisi pangan yang kritis bahkan dapat membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional," kata Ma'ruf.
Karena itu, Pemerintah melakukan perencanaan strategis untuk membangun ketahanan pangan yang kuat, melalui kegiatan perluasan lahan dengan membangun food estate, meningkatkan produktivitas, membangun infrastruktur pendukung pertanian seperti bendungan dan saluran irigasi, dan menyediakan benih unggul. Selain itu, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian juga meluncurkan program untuk meningkatkan ketahanan pangan di tingkat keluarga, antara lain Lumbung Pangan Masyarakat, Pengembangan Pertanian Keluarga (Family Farming), Pekarangan Pangan Lestari, dan Pekarangan Pangan Lestari Stunting.
Karena itu, ia mengingatkan peningkatan ketahanan pangan keluarga menjadi tugas bersama semua pihak. Menurutnya, setiap keluarga dapat ikut menerapkan dan mengedukasi perlunya menyediakan bahan makanan bagi keluarganya yang cukup, aman, dan bergizi dalam memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari untuk hidup aktif dan sehat.
"Penyediaan bahan makanan yang cukup, aman, dan bergizi tersebut dapat dilakukan melalui pemanfaatan pekarangan dan lahan terbatas serta penganekaragaman pangan untuk keluarganya, tanpa harus mengeluarkan biaya mahal untuk memperolehnya," ungkapnya.