REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan sejumlah tuntutan salah satunya pencabutan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan dalam aksi memperingati Hari Buruh Se-Dunia atau May Day 2021.
"Cabut dan batalkan Undang-undang Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan," kata Said di Silang Monas, Jakarta Pusat, Sabtu (1/5). Pihaknya meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mencabut dan membatalkan UU Cipta Kerja.
Menurut dia, aturan tersebut memberikan kerugian kepada buruh karena menjadi outsourcing seumur hidup atau tanpa batas. Dia mengatakan, karyawan kontrak akan terus menjadi karyawan kontrak berulang.
Selain itu, upah murah karena upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) dihapus dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) yang biasa ditetapkan gubernur juga tidak ada. Belum lagi, kata Iqbal, nilai pesangon pekerja juga diturunkan.
"Contoh di Bekasi, UMSK 2020 adalah Rp 5,2 juta, UMK 2021 Rp 4,9 juta, berarti kan upah buruh 2021 turun karena UMSK dihapus, dan 2022 dan seterusnya belum tentu ada UMK karena maunya Omnibus Law itu UMP."
Untuk itu, menurut Iqbal, buruh menginginkan UMSK tetap diberlakukan. Pada peringatan Hari Buruh selain diikuti para buruh yang merupakan perwakilan KSPI dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), juga diikuti mahasiswa dari BEM seluruh Indonesia.
KSPSI memutuskan tidak menurunkan massa buruh ke jalan secara besar-besaran pada Perayaan Hari Buruh 1 Mei 2021, mengingat pandemi Covid-19 belum usai. "Kami memutuskan untuk May Day 2021 tidak menggelar aksi massa besar-besaran seperti tahun-tahun sebelumnya, karena kami tidak ingin menciptakan klaster baru," kata Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea.