REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-–Kampanye pembatasan mudik lebaran yang dilakukan pemerintah mendapat dukungan dari sejumlah wartawan yang tergabung dalam jurnalis peduli kesehatan masyarakat (JPKM). Hal itu diwujudkan dalam bentuk kampanye mudik sehat dari rumah, tanpa memutus tali silaturahim dengan kerabat di kampung halaman.
Staf Khusus Menteri Perhubungan Bidang Ekonomi dan Investasi Transportasi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Wihana Kirana Jaya menuturkan, pemerintah sudah memutuskan pelarangan mudik selama 6-17 Mei 2021 untuk mengontrol pandemi Covid-19. Sebab, jika pandemi ini tak bisa dikontrol, Indonesia akan rugi besar.
Kasus Covid-19 biasanya naik tajam selepas liburan tertentu. Contohnya, selama Lebaran 2020, kasus harian melonjak 93 persen, sedangkan kematian mingguan naik 66 persen. Selanjutnya, pada libur akhir 2020, kasus harian melejit 78 persen, sedangkan kematian naik 46 persen.
Pemerintah menyadari, mudik adalah ritual sosial di Indonesia. Mudik sudah menjadi mindset masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun. “Itu sebabnya, kampanye mudik sehat dari rumah ini cukup bagus, karena ritual mudik tetap bisa dijalankan secara virtual, tanpa tatap muka, dan mencegah penyebaran pandemi Covid-19. Kampanye ini harus disosialisasikan terus,” ujar Wihana yang mewakili Menteri Perhubugan Budi Karya Sumadi di webinar Mudik Sehat dari Rumah, Jumat (30/4).
Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi, Koordinator Jaringan Aksi Keselamatan Jalan (Jarak Aman) Edo Rusyanto, dan Head Strategic Operation & Automation PT XL Axiata Tbk Ahmad Hamzah.
Wihana menuturkan, Menhub sangat mengapresiasi kampanye mudik sehat dari rumah. Alasannya, jika mudik diizinkan tahun ini, dikhawatirkan kasus Covid-19 kembali meledak. Dampak ekonomi hal ini sangat besar, karena biaya perawatan satu pasien Covid-19 sekita Rp 100 jutaan.
Selain itu, meledaknya kasus baru Covid-19 akan membuat rumah sakit kewalahan. Tenaga kesehatan kelelahan dan daya tampung rumah sakit sudah tak sanggup lagi menerima pasien. Itu artinya, akan terjadi “tsunami” ekonomi dan kesehatan, jika mudik diizinkan. Imbasnya, ekonomi nasional akan kontraksi dan daya beli masyarakat tergerus. “Tsunami ini harus dibendung dengan kampanye positif, seperti mudik sehat dari rumah," kata dia.
Budi Setiadi menuturkan, kebijakan peniadaan mudik Lebaran tahun ini terbagi dalam tiga tahap. Pertama, masa pengetatan mudik (pra), yakni 22 April-5 Mei. Pada periode ini, mudik bisa dilakukan, dengan sejumlah syarat, yakni hasil negatif test PCR/rapid test antigen maksimal 1x24 jam, dan hasil negatif GeNose C19 sebelum keberangkatan.
Kedua, masa peniadaan mudik 6-7 Mei 2021. Pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN) yang dikecualikan dari peniadaan mudik adalah untuk keperluan dinas, kunjungan keluarga sakit, kunjungan duka, ibu hamil. Syaratnya, hasil negatif tes RT-PCR maksimal 3x24 jam, hasil test rapid antigen maksimal 2x24 jam, dan hasil tes negatif GeNose C19 sebelum keberangkatan.
Ketiga, masa pengetatan mudik (pasca) 18-24 Mei 2021. Pada periode ini, tak ada larangan mudik. Hanya ada syarat yang sama seperti tahap pertama.
Budi menegaskan, pemerintah mendorong masyarakat untuk melakukan mudik online dengan menggunakan teknologi informasi, seperti medsos. Apalagi, pengguna ponsel pintar di Indonesia kini sudah banyak. “Ini akan mempermudah kegiatan mudik online,” kata dia.
Edo juga menyatakan dalam kondisi normal, sebanyak 40-50 orang meninggal per hari selama periode mudik. Namun, tahun lalu, kecelakaan turun 31 persen menjadi 1.980, sedangkan korban meninggal 63 persen menjadi 418, karena pandemi Covid-19 mulai melanda Indonesia dan pemerintah melarang mudik.
“Larangan mudik pemerintah menjadi momentum untuk tetap menerapkan protokol kesehatan dan berkendara secara aman, nyaman, dan selamat. Intinya, kita perlu menerapkan kehati-hatian secara universal dalam aspek kehidupan,” tegas dia.
Ahmad Hamzah, selaku operator telekomunikasi siap membantu masyarakat tetap bersilaturahmi pada Lebaran dengan meyiapkan infrastruktur pendukung. Dengan demikian, masyarakat tetap berada di rumah sambil bersilaturahim.