REPUBLIKA.CO.ID, Kegiatan produksi Alquran Braille di percetakan milik Yayasan Raudlatul Makfufin, Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel) tampak menggeliat. Kertas berwarna putih berisi huruf Braille yang baru saja keluar dari mesin Braillo 300 S2 lantas menumpuk di area ruang percetakan yang luasnya hanya sekira 7x4 meter.
Tiga orang pekerja tampak sibuk menjaga proses pencetakan dengan mesin komputerisasi, memotong dan melubangi kertas, hingga menjilidnya menjadi Alquran Braille dengan cover berwarna hijau dan merah marun.
Di area luar percetakan, tampak puluhan dus berisi Alquran Braille yang sudah siap didistribusikan kepada para penyandang tunanetra yang ada di berbagai wilayah di Indonesia.
Kepala Percetakan Braille Yayasan Raudlatul Makfufin Ahmad Wahyudi mengatakan, kegiatan mencetak Alquran Braille telah dilakukan yayasan tersebut sejak dua dekade lalu.
Yayasan Raudlatul Makfufin yang berdiri pada 1990-an itu kerap disebut Taman Tunanetra yang di dalamnya digelar pengajian tiap pekan bagi tunanetra. Namun, proses pembelajaran mendalami kitab suci mengalami kendala karena kesulitan pengadaan Alquran Braille pada masa itu.
Lantas atas inisiasi pendiri dari yayasan tersebut, muncullah ide untuk mencetak Alquran Braille secara mandiri dengan mengumpulkan donasi. Pada 1997 terciptalah file master Alquran Braille yang selanjutnya mendapatkan surat tanda tashih dari Kementerian Agama. Sementara pengadaan printer Alquran Braille baru dapat diadakan pada sekira tahun 2000.
“Sejak punya mesin itulah banyak teman tunanetra mengetahui yayasan ini mencetak Alquran Braille, dan mereka menginginkan untuk mendapatkannya. Akhirnya kami mencarikan donatur untuk dapat memenuhi permintaan mereka,” cerita Wahyu, sapaan akrabnya saat ditemui Republika di Yayasan Raudlatul Makfufin, Tangsel, beberapa waktu lalu.
Seiring berjalannya waktu, Wahyu mengaku permintaan Alquran Braille terus bergulir. Hal itu, menurutnya seiring dengan semakin banyaknya komunitas dan pengajian tunanetra yang mengadakan program pengadaan Alquran Braille. Terlebih saat Ramadhan, Wahyu permintaan mengalami peningkatan, bahkan sampai masuk daftar tunggu atau waiting list.
“Peningkatan penjualan dan permohonan semakin meningkat karena memang biasanya pada Ramadhan banyak teman-teman tunanetra ingin seperti kita, bertadarus. Syukur dibarengi dengan para donatur atau lembaga yang memiliki program yang sama bagi teman-teman tunanetra untuk pengadaan Alquran Braille,” ujar dia.
Menurut catatannya, permintaan pengadaan Alquran Braille pada Ramadhan tahun ini mengalami peningkatan hingga 40 persen. Peningkatan itu terjadi tidak hanya dari kalangan tunanetra yang terdata di Yayasan Raudlatul Makfufin, juga dari lembaga, perusahaan, atau individu dari luar yayasan yang jumlahnya mencapai belasan hingga puluhan lembaga.
Yayasan ini diketahui hanya mencetak maksimal 40 sheet per bulan. Satu sheet terdiri dari 30 eksemplar yang meliputi 30 juz. Berdasarkan penuturannya, lembaga yang ingin mencetak Alquran Braille untuk diwakafkan bahkan membutuhkan Alquran Braille hingga mencapai ratusan sheet.
Sebagai informasi, terdapat dua jenis Alquran Braille yang dicetak, yakni Alquran Braille tanpa terjemahan yang berukuran kecil dan Alquran Braille dengan terjemahan yang didesain berukuran besar. Adapun, harga dari Alquran Braille berukuran kecil mencapai Rp 1,2 juta per sheet, sedangkan yang ukuran besar seharga Rp 2,2 juta per sheet.
“Pada Ramadhan kali ini, ada pergeseran permintaan dari yang tanpa terjemahan menjadi cetak dengan terjemahan,” kata dia.
Satrio (39 tahun), seorang tunanetra mengatakan pentingnya Alquran Braille dalam hidupnya. Alquran disebut merupakan petunjuk hidup sehingga pengadaan Alquran Braille sangat dibutuhkan untuk dapat mendalami makna yang terkandung di dalamnya, terutama kaitannya dengan ilmu tajwid.
“Penting sekali karena kan sarana apa lagi selain Alquran Braille, memang ada MP3 sarana mengenal dan menghafal Alquran, cuma enggak maksimal tajwid segala macam. Itu (tajwid) kan baru bisa dipahami kalau baca sendiri, dari sarana huruf arab Braille,” tutur Satrio.