REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nusa Tenggara Timur (NTT) jadi provinsi di Kawasan Timur Indonesia pertama yang kabupaten/kotanya berhasil mencapai eliminasi malaria. Ada tiga kabupaten/kota yang berhasil eliminasi malaria yakni Kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai Timur, dan Kota Kupang. Tiga wilayah itu berhasil capai eliminasi malaria selama tiga tahun.
Kepala Dinas Kesehatan NTT Messerassi BV Ataupah mengatakan dari ketiga wilayah itu, Kabupaten Manggarai berhasil capai eliminasi malaria pada tahun 2019. Sementara Kabupaten Manggarai Timur dan Kota Kupang berhasil eliminasi malaria pada tahun 2020.
"Tempo dalam tiga tahun kita berhasil eliminasi malaria, dulu malaria ini masuk dalam dua besar penyakit di Puskesmas, sekarang malaria sudah keluar dari 10 besar penyakit-penyakit yang ada di NTT. Ini kemajuan yang dicapai bersama dengan Kemenkes," katanya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Jumat (23/4).
Prosesnya, kata Messerassi, dimulai sejak tahun 2017. Saat itu dibuat regulasi Peraturan Gubernur NTT nomor 11 tahun 2017 tentang Eliminasi Malaria di Provinsi NTT. Sejak saat itu pula berbagai upaya dilakukan pemerintah setempat dan menghasilkan tiga kabupaten berhasil eliminasi malaria.
Selain itu terdapat 14 kabupaten/kota di NTT dengan endemis rendah, dua kabupaten/kota endemis sedang, dan tiga kabupaten/kota endemis tinggi. "Kabupaten endemis tinggi malaria masih terkonsentrasi di Pulau Sumba," ujarnya.
Standar baku emas pemeriksaan malaria di NTT adalah menggunakan mikroskop. Penemuan kasus malaria di NTT sebagian besar atau 84 persen menggunakan mikroskop, sedangkan 14 persen menggunakan tes cepat diagnostik (RDT). Semua kasus positif malaria hasil pemeriksaan laboratorium harus diobati Artemisinin Combination Therapy (ACT). Target nasional adalah lebih dari 90 persen penderita malaria terobati.
Kemudian tahun 2020 sebanyak 14.042 atau 92 persen kasus positif diobati ACT. Sedangkan 1.299 kasus atau 8 persen yang belum diobati sesuai standar. Pencegahan malaria, lanjut Messerassi, dilakukan dengan distribusi 973.800 lembar kelambu anti nyamuk kepada masyarakat sasaran. Alokasi kelambu terbanyak didistribusikan ke masyarakat di daerah endemis tinggi berdasarkan jumlah kelompok tidur dalam rumah dan luar rumah.
"Hasil pemantauan pasca distribusi kelambu didapati kelambu sudah digunakan untuk tidur malam namun ada kelambu hanyut atau rusak pasca bencana alam," katanya.
Yang menjadi tantangan menurutnya adalah pengendalian vektor. Masalah malaria harus diselesaikan lintas sektor karena berhubungan dengan tempat perindukkan malaria seperti di muara-muara. Tantangan lainnya, dia melanjutkan, adalah menurunkan status endemis tinggi malaria di Pulau Sumba, menyediakan akses ke layanan kesehatan di masa pandemi Covid-19 atau bencana alam terutama di daerah sulit, terpencil, dan kepulauan.